Sistem
transportasi akan mempengaruhi terhadap pola perkembangan dan
pertumbuhan suatu wilayah. Untuk analisa jalan raya yaitu mengenai
fungsi jalan dan volumenya kondisi saat ini disesuaikan dengan
klasifikasi jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985, yakni
dibedakan menjadi:
Menurut fungsi jalannya terbagi atas:
Jalan Primer
Menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi dalam satuan wilayah pengembangan
menghubungkan secara menerus kota jenjang satu, kota jenjang ke dua,
kota jenjang di bawahnya sampai ke persil. Menghubungkan kota jenjang ke
satu dengan kota jenjang ke satu antar satuan wilayah pengembangan.
Jalan Sekunder
Menghubungkan
kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kedua,
fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke perumahan.
Menurut Volume Jalan, terbagi atas:
Arteri Primer
Menghubungkan
kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota
jenjang ke satu dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Di desain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.
- Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
- Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas rata-rata.
- Jumlah jalan masuk ke arteri primer dibatasi secara efisien dan di desain sedemikian rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud diatas masih tetap terpenuhi.
- Persimpangan pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan.
- Tidak terputus walaupun memasuki kota.
Pengaturan lalu lintas yang dapat dilakukan antara lain berupa :
- Pengurangan/pembatasan hubungan langsung ke jalan arteri primer
- Penambahan Jalur Lambat
- Penyediaan Jembatan Penyeberangan
- Pemisah jalur oleh marka atau oleh pemisah tertentu
- Pengurangan/pembatasan peruntukan parkir
Arteri Sekunder
Menghubungkan
kawasan primer dengan kawasan sekunder I atau menghubungkan kawasan
sekunder I dengan kawasan sekunder II. Didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 30 km/jam, Mempunyai kapasitas yang sama atau
lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Lalu lintas tidak
terganggu, Persimpangan dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi
ketentuan.
Kolektor Primer
Menghubungkan
kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota
jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 40 km/jam. Mempunyai kapasitas yang sama atau
lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Jumlah jalan masuk
dibatasi dan direncanakan. Tidak terputus walaupun memasuki kota.
Apabila terdapat dua atau lebih jalan Kolektor Primer yang menghubungkan
ibukota propinsi dengan ibukota Kabupaten/Kotamadya atau antar ibukota
Kabupaten/Kotamadya maka pada dasarnya hanya satu yang ditetapkan
statusnya sebagai jalan propinsi.
Kolektor Sekunder
Menghubungkan
kawasan sekunder II dengan kawasan sekunder II atau menghubungkan
kawasan sekunder II dengan kawasan sekunder III. Didesain berdasarkan
kecepatan rencana yang paling rendah 20 km/jam
Lokal Primer
Menghubungkan
kota jenjang ke satu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang
kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga.
Untuk
keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan
dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan
transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan
keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi
kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta
konstruksi jalan. Adapun kelas-kelas jalan tersebut terdiri dari :
- Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton
- Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 10 ton
- Jalan Kelas IIIA, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton
- Jalan kelas II B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton
- Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton
Potongan Melintang
Desain
geometrik potongan melintang jalan meliputi bagian-bagian sebagai
berikut : badan jalan dan daerah jalan, jumlah dan lebar jalur, median,
bahu jalan yang diperkeras, fasilitas perjalanan (trotoar), kerb, dan
lain-lain. Kebutuhan lebar badan jalan minimum adalah 3,5 meter, dengan
maksud agar lebar jalur lalu lintas dapat mencapai 3 meter sehingga
dengan demikian pada keadaan darurat dapat dilewati ambulans, mobil
pemadam kebakaran, dan kendaraan khusus lainnya.
Badan
jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan
bahu jalan, badan jalan hanya diperuntukkan bagi arus lalu lintas dan
pengamanan terhadap konstruksi jalan. Secara geometris lebar badan jalan
dan daerah jalan yang meliputi daerah milik jalan (Damija), daerah
manfaat jalan (Damaja) dan daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) pada
masing-masing fungsi jalan sebagaimana diatur pada Undang-undang Nomor
diuraikan pada tabel 2.1 berikut ini :
Standar Lebar Badan dan Daerah Jalan
FUNGSI JALAN
|
DAMIJA (m)
|
DAMAJA(m)
|
DAWASJA
MINIMAL(m)
|
Arteri Primer
|
8
|
14
|
20
|
Kolektor Primer
|
7
|
11
|
15
|
Lokal Primer
|
6
|
8
|
10
|
Arteri Sekunder
|
8
|
14
|
20
|
Kolektor Sekunder
|
7
|
7
|
7
|
Lokal Sekunder
|
5
|
5
|
5
|
Sumber : Undang-undang Nomor 26 tahun 1985
Daerah
manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina
jalan, ruang yang dimaksud hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan
jalan jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar lereng,
ambang pengaman, timbunan dan galian gorong-gorong, perlengkapan jalan
dan bangunan pelengkap lainnya.
Daerah
milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar
dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak
tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun
penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruang
untuk pengaman jalan.