OLEH IHSAN ZULFANDRI, perantau asal Aceh, melaporkan dari Kairo
KALI ini saya ingin berbagi kisah tentang Luxor, kota bekas kerajaan Fir’aun di Mesir. Jaraknya dari Kairo mencapai 679 km, memakan waktu sekitar sepuluh jam perjalanan darat.
Melalui jasa Nadi Wafidin (Foreign Club), klub yang memfasilitasi berbagai kegiatan mahasiswa asing--di bawah pengawasan Departemen Pendidikan Tinggi Mesir--saya akhirnya dapat menikmati tur gratis ke Luxor, Senin lalu. Dalam rombongan ini terdapat 48 mahasiswa/i dari berbagai negara.
Setelah istirahat sejenak dan makan siang di Hotel Karnak, kami bergegas ke bus lagi. Kami ingin melihat langsung bagaimana keagungan Raja Fir’aun (Amon) dengan kuilnya yang sangat megah. Tujuan kami adalah Ma’bad Karnak. Ini adalah singgasana yang diperuntukkan kepada Raja Amon. Ma’bad (kuil) tersebut punya 134 pilar yang menjulang ke angkasa. Tinggi setiap pilar 40 meter dan berdiameter sekira 2 meter. Sulit dipercaya, bangunan setinggi dan sekuat itu bisa dibangun pada masa ribuan tahun Sebelum Masehi.
Patung-patung peninggalan Mesir kuno itu masih tetap kokoh berdiri. Salah satunya patung singa berjejer lurus di depan pintu masuk Karnak, yang menggambarkan prajurit yang loyal pada raja.
Setelah shalat Magrib, kami saksikan pertunjukan Sound and Light di area Ma’bad Karnak. Pertunjukan yang hanya menggunakan kedap-kedip dan suara itu dimulai dengan perkataan Raja Fir’aun pertama dengan julukan “Ana Abul Abb”. Disusul dengan pembicaraan seluruh keluarga Raja Fir’aun. Kami juga bergerak ke kolam tempat pemandian Fir’aun. Di situ tersedia tempat duduk yang dilapisi busa sehingga menambah kenyamanan bagi pengunjung Ma’bad Karnak. Tak kalah menariknya adalah penataan lighting yang memukau, menggambarkan kehidupan Fir’aun setiap hari pada masanya.
Ma’bad Luxor
Usai pertunjukan Sound and Light kami ke Ma’bad Luxor. Tak jauh dari Ma’bad Karnak. Ini merupakan istana yang dibangun Raja Amenhotep III tahun 1400 SM. “Namun, tidak sempat rampung karena ia keburu meninggal, sehingga Raja Ramses (Fir’aun) II menyempurnakannya,” ujar pemandu kami, Ustaz Muhammad dari Luxor.Pintu gerbang istana tersebut dijaga oleh dua patung berukuran raksasa dengan posisi duduk. Terlihat bangunan Ma’bad Luxor hampir roboh karena ulah manusia merusak dan menjual aset negara untuk memperkaya diri sendiri. Di samping Ma’bad ini juga terdapat masjid bernama Abu Al-Hujjaj, dibangun pada masa Dinasti Fathimiyah. Abu Al-Hujjaj adalah pembawa Islam pertama ke Luxor (Aqshar).
Esoknya, setelah sarapan, kami menuju King of Valley (Lembah Para Raja). Dua jam kemudian kami sampai di tempat ini. Terdapat berbagai gambar dan tulisan di dinding kompleks pemakaman ini. Juga ada showroom yang di dalamnya terdapat maket yang memuat 62 replika kuburan yang ada di lembah. Saat masuk lembah, pengunjung tak diperbolehkan bawa kamera, apalagi mengambil foto. Didenda 100 dolar untuk pengambilan satu foto saja. Di sini adalah tempat pemakaman terbesar bagi raja Ramses II.
Menurut mitos, setiap raja yang meninggal ditempatkan di tepi barat Sungai Nil, tempat tenggelamnya matahari. Ini sudah menjadi tradisi para penyembah Dewa Matahari untuk bertemu Sang Dewa.
Kemudian kami lanjutkan perjalanan ke Ma’bad Hatshepsut. Salah satu kuil yang dibangun untuk raja perempuan (Fir’aun perempaun pertama) yang terletak di lereng gunung. Menakjubkan, bagaimana peradaban dahulu sudah maju sehingga mereka mampu membuat dan memahat gunung batu untuk dijadikan ma’bad (tempat ibadah).
Hatshepsut adalah bangunan yang terdapat patung raja wanita, tapi wajahnya mirip raja laki-laki karena berjanggut panjang, sehingga tak kelihatan dia seorang wanita. Konon mereka malu punya raja perempuan. Hatshepsut menjadi raja Mesir pada tahun 1473-1458 SM. Pada masanyalah Mesir mengalami puncak kegemilangan.
Pukul 5 pagi esoknya lagi, kami lanjutkan perjalanan ke Aswan. Tapi kami lebih dulu mampir di Ma’bad Edfu dan Kom Ombo. Ma’bad Edfu atau Ma’bad Horus adalah ma’bad kedua terbesar setelah Ma’bad Karnak. Pada ma’bad ini terdapat ukiran tulisan Yunani kuno.
Di depan pintu gerbang terdapat patung burung. Konon, ketika Nefertiti mencari bagian jasad suaminya, ia memerlukan bantuan burung. Maka di depan ma’bad ini terdapat dua patung burung ukuran manusia sebagai lambang pelayan Ratu Nefertiti.
Kom Ombo adalah salah satu ma’bad peninggalan Raja Thutmosis, urutan raja keenam dari keturunan Fir’aun. Di ma’bad ini terdapat simbol dewa yang mereka anggap sebagai Tuhan yang disebut Sobek. Sobek adalah nama tuhan yang bertubuh manusia berkepala buaya. Konon, pada zaman itu buaya sangat ditakuti penduduk sekitar. Saat mereka berlayar di Sungai Nil sering terjadi buaya memangsa manusia. Oleh sebab itu, mereka jadikan Sobek sebagai tuhan, dengan harapan, mereka akan selamat dari terkaman buaya dan bencana lainnya.
Sumber: http://aceh.tribunnews.com