Suatu abstraksi fakta empirik kajian kontekstual lingkungan
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Merdeka Malang
Paparan
ini merupakan suatu abstraksi dari kenyataan empirik di "pedesaan" atau
pemukiman desa yang sangat "kontekstual" dengan lingkungan alamnya.
Fakta-fakta ini merupakan bagian dari kajian yang sedang pemapar lakukan
tentang morfologi kampung pedesaan. Fakta ini dibagi menjadi 4
kelompok; (a) kampung di pesisir pantai , (b) kampung di sepanjang
sungai, (c) kampung di lingkungan pedalaman (pertanian), dan (d) kampung
di pedalaman (lereng gunung).
Paparan
ini merupakan hasil studi awal yang belum diungkap tentang kesimpulan
kajian morfologi kampung pedesaan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan
kondisi latarbelakang sosial-budaya dan ekonomi masyarakat tidak kami
paparkan disini, yang secara signifikan juga berperan menentukan pola
morfologi kampung pedesaan.
a. Kampung di pesisir pantai
Pola
pemukiman terbentuk karena adanya potensi dan kendala lingkungan.
Pantai landai dengan arus/ombak tenang akan lebih dominan dipakai
sebagai lokasi hunian dibanding dengan pantai curam.
Struktur fisik lingkungan dominan berperan sebagai lokasi.
b. Kampung di sepanjang sungai
Pola
perkampungan di sepanjang sungai di pedesaan yang menggunakan sungai
sebagai prasarana transportasi, mempunyai kencenderungan pola yang
linier dengan orientasi mengikuti pola aliran sungai.
Efektifitas
pencapaian sarana transportasi menjadi faktor dominan. Alat transport
sungai sebagai sarana transport utama mempengaruhi pola hunian, yang
menuntut kemudahan moda angkutan (perahu) sampai ke sampaing rumah.
Pola
diatas menunjukkan adanya pola curva linier di sepanjang sungai dan
mengumpul pada daerah "dalam". Pola ini didapati pada lingkungan dengan
aktifitas penduduk sebagai petani garam di daerah dekat dengan pesisir
pantai.
c. Kampung di lingkungan pedalaman (pertanian)
Aktifitas
pertanian sawah, atau ladang mempunyai pola yang spesifik sesuai dengan
kondisi lingkungan dan topografinya. Kendala-kendala lingkungan mampu
menjadikan perkampungan pedesaan ini terlihat menyatu dengan lingkungan,
suatu pertimbangan arif dalam mengelola lingkungan.
Pada
radius "tertentu" satu kelompok hunian membentuk satu komuniti yang
"harmonis". Pertimbangan jangkauan pengawasan area garapan mereka
menentukan pengelompokan ini . Jumlah kelompok hunian ini + 30 keluarga
suatu "kelompok" yang memungkinkan mempertahankan unity dalam
bersosialisasi, merupakan kelompok komunitas yang solid.
d. Kampung di pedalaman (lereng gunung)
Pola
morfologi kampung di daerah ini sangat erat kaitannya dengan upaya
pengelolaan area matapencaharian penduduk sebagai petani (salah satu
kasus). Teknologi teracering untuk pengelolaan saluran irigasi dan
pengelolaan pertanian mempengaruhi bentuk-bentuk pengolahan lahan
perumahannya. Merupakan pemecahan lahan yang kontekstual dengan
memunculkan vista pemukiman pedesaan di pegunungan yang selaras.
Salah
satu aspek pendekatan kontekstual terhadap lingkungan yang secara
"sadar" (tradisi turun menurun) telah menciptakan kondisi lingkungan
pemukiman pedesaan yang "sesuai" dengan pola perilaku sosial-budaya dan
ekonomi melalui pengolahan lingkungan hidupnya. Ini yang kadang tidak
diperhatikan oleh sementara pengembang dalam menciptakan kota-kota baru
pada lahan yang relatif luas, dengan pendekatan yang non-kontekstual
lingkungan bahkan menghancurkan potensi-potensi lingkungan. Semoga
menjadi bahan renungan....(res,1999)