Untuk program perbaikan lingkungan atau
revitalisasi permukiman kampung kota, DKI Jakarta pernah sukses dengan
program perbaikan kampung atau Kampong Improvement Program (KIP) atau
yang lebih dikenal dengan sebutan Proyek Muhammad Husni Thamrin atau
Proyek MHT. Proyek ini bahkan memperoleh penghargaan dari Yayasan Aga
Khan pada tahun 1980 dan dinyatakan sebagai Praktek Global Terbaik oleh
Bank Dunia dalam rangka memperbaiki kekumuhan dan kemiskinan pada tahun
2004.
Proyek MHT I, dimulai dari tahun 1969-1984.
Proyek ini dicetuskan untuk memperbaiki lingkungan permukiman kumuh dan
kualitas hidup penghuninya dengan biaya rendah. Dan proyek ini terbukti
dapat meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan mengatasi masalah
penyediaan perumahan. Proyek MHT II, dimulai dari tahun 1985-1989.
Proyek ini dilaksanakan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) dan dilaksanakan
secara sektoral dengan perbaikan komponen fisik lingkungan.
Proyek
MHT III, dimulai dari tahun 1990-1999. Proyek ini dilaksanakan di 85
Kelurahan secara terpadu dengan menggunakan konsep tribina (sosial,
ekonomi, dan fisik lingkungan). Kemudian dilanjutkan dengan Proyek MHT
IV sampai tahun 2001, yang sudah mulai memasukkan unsur legal.
Setelah berakhirnya era Proyek MHT, hampir
tidak terdengar lagi proyek revitalisasi permukiman kampung kota
lainnya. Proyek-proyek pembangunan skala besar atau pun proyek-proyek
pembangunan rumah susun, lebih banyak menghiasi pembangunan Kota
Jakarta. Beberapa kasus yang masih muncul antara lain upaya revitalisasi
kawasan Menteng, Kebayoran Baru, dan Kawasan Kota Tua; perbaikan
lingkungan yang dipelopori oleh Ibu Harini Bambang Wahono, Kampung
Banjarsari, Cilandak, Jakarta Selatan; atau pun proyek-proyek perbaikan
lingkungan yang dilakukan oleh beberapa LSM.
Revitalisasi Kawasan Menteng, Kebayoran
Baru, dan Kawasan Kota Tua adalah upaya revitalisasi lingkungan
permukiman yang bernilai bersejarah atau berciri khas budaya tertentu.
Kawasan Menteng dan Kebayoran baru adalah
kawasan permukiman yang bernilai sejarah. Sedangkan di Kawasan Kota Tua
ada Pecinan dan Kampung Arab, yaitu permukiman yang berciri khas budaya
tertentu. Revitalisasi kawasan permukiman ini, tidak saja bermanfaat
untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas lingkungan dan masyarakat
permukiman tersebut, tetapi juga menjadikan kawasan tersebut sebagai
obyek wisata sejarah yang menarik.
Perbaikan permukiman kampung kota yang
dipelopori Ibu Harini Bambang Wahono di Kampung Banjarsari sejak tahun
1980 ini, dilakukan melalui peningkatan kebersihan dan penghijauan
lingkungan, serta melalui kegiatan komposting. Ibu Harini Bambang Wahono
sendiri telah dianugerahi penghargaan Juara Nasional Konservasi Alam
dan Penghijauan yang diselenggarakan Departemen Pertanian dan Kehutanan
pada tahun 2000 dan dianugerahi penghargaan Kalpataru oleh Presiden
Megawati pada tahun 2001. Model revitalisasi permukiman kampung kota ini
yang juga disebut program “green and clean” sudah menjadi suatu raw
model dan telah di-copy di banyak tempat, serta mendapat dukungan dari
berbagai pihak termasuk pihak swasta melalui CSR-nya (Corporate Social
Responsibility). Upaya revitalisasi ini tidak saja meningkatkan kualitas
lingkungan dan pendapatan masyarakatnya, tetapi juga memunculkan rasa
kebanggaan masyarakatnya tinggal di kampung tersebut.
Sumber:
Ir. Izhar Chaidir, MA, Buletin Tata Ruang, Juli-Agustus 2009 (Edisi: Pengembangan Ekonomi Perdesaan)