Kota-kota besar di negara berkembang
dalam perkembangannya cenderung mengalami permasalahan yang serupa,
yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus
urbanisasi sehingga menyebabkan pengelolaan ruang kota makin berat.
Data PBB menunjukkan bahwa dalam
kurun waktu 30 tahun (1995-2025) penduduk dunia yang bermukim di kawasan
urban akan bertambah dua kali lipat dari 2,4 milyar ke 5 milyar (Hall,
Pfeiffer, 2001). Fenomena sosial ini dapat dipastikan selalu membawa
masalah dan konsekuensi besar pada mampu tidaknya sebuah kota
mengakomodasi beban ini.
Dalam mengatasi kasus urbanisasi
tersebut pemerintah kota-kota besar di negara-negara berkembang pada
umumnya mengambil strategi dengan melakukan konsep pembangunan melebar
secara horizontal.
Permukiman-permukiman berskala luas
berdensitas rendah umumnya dibangun di kawasan pinggiran kota induk.
Namun kasus urbanisasi ini akan terus meningkatkan permintaan akan
lahan, sedangkan lahan adalah suatu komoditas yang sifatnya terbatas dan
tidak mungkin diperluas.
Sehingga strategi horizontal
development yang diterapkan ini pada waktunya tidak akan mampu
menyelesaikan permasalahan keterbatasan lahan yang timbul, bahkan dapat
menimbulkan permasalahan lain seperti yang terjadi di daerah Jabodetabek
yaitu isu kemacetan, beban infrastruktur dan utilitas yang berlebih
maupun permasalahan sosial budaya yang ada.
Salah satu solusi yang bisa
diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan
revitalisasi, yaitu suatu upaya untuk mendaur-ulang (recycle) lahan kota
yang ada dengan tujuan untuk memberikan vitalitas baru, meningkatkan
vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan kembali vitalitas di kawasan
tersebut, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar lagi bagi
kelangsungan hidup kota yang lebih baik.
Fakta menunjukkan bahwa banyak
kawasan-kawasan di berbagai kota besar di negara berkembang yang
dibiarkan dan tidak dioptimalkan penggunaannya, seperti contohnya
kawasan-kawasan di pusat kota di Jakarta dan kawasan segitiga emas di
Surabaya. Pada dasarnya kawasan-kawasan kota yang bermasalah tersebut
biasanya memiliki beberapa kesamaan seperti matinya/memudarnya aktivitas
ekonomi, memiliki kualitas spasial, fisik bangunan dan citra kawasan
yang kurang baik, bahkan untuk beberapa kawasan tidak memiliki
infrastruktur yang memadai. Melihat hal ini maka upaya revitalisasi bisa
menjadi sebuah solusi, namun strategi revitalisasi yang seperti apa
yang baik diterapkan di kawasan-kawasan urban tersebut?
Apabila berkaca dari keberhasilan
revitalisasi di beberapa kota besar, terutama di Asia, terdapat
beberapa hal yang bisa dimasukkan kedalam strategi revitalisasi bagi
kota-kota di Indonesia, yaitu:
Adanya inisiatif politik
(political will) yang kuat dari pemerintah dalam mendorong percepatan
proses revitalisasi. Seperti halnya Urban Redevelopment Authority (URA)
di Singapura yang merupakan salah satu badan pemerintah di Singapura
yang paling aktif dalam mengembangkan konsep-konsep revitalisasi untuk
menghidupkan kembali kawasan-kawasan tua yang mati secara ekonomi.
Banyak kota-kota di negara berkembang tidak menyadari bahwa
kawasan-kawasan urban memiliki umur ekonomi (economic life cycle) yang
dalam jangka waktu tertentu harus didaur ulang. URA Singapura berhasil
mengubah kawasan Far East Square di Singapore yang dulunya berupa
ruko-ruko tradisional dikawasan Chinatown yang sudah tidak mampu
bersaing secara ekonomi kemudian direvitalisasi di akhir 90-an menjadi
kawasan wisata urban yang sukses dengan tema culinary district.
Kawasan Kuliner - Far East Square, Singapore (http://www.asiaexplorers.com/singapore/ far-east-square.htm) |
Menggunakan strategi
identitas ekonomi yang inovatif dan unik. Salah satu alasan matinya
aktivitas ekonomi di kawasan urban adalah ketidakmampuan kawasan
tersebut untuk beradaptasi terhadap tantangan ekonomi baru, sehingga
dengan adanya reposisi identitas ekonomi yang lebih inovatif dan unik
diharapkan akan mampu membuat kawasan urban tersebut untuk bersaing
dengan kawasan urban lainnya. Salah satu contoh yang berhasil adalah
kawasan Far East Square yang telah dijelaskan diatas.
Menggunakan
strategi pentahapan (phasing strategy), yaitu melakukan proses
revitalisasi yang dimulai dari area yang paling cepat dan mampu
merepresentasikan wajah baru kawasan tersebut. strategi pentahapan
menjadi krusial karena pada dasarnya kawasan urban yang direvitalisasi
merupakan area yang cukup luas, sehingga tidak mungkin mengembangkan
seluruh kawasan dalam waktu bersamaan. Contoh yang baik adalah strategi
pentahapan pembangunan di kawasan Xin Tian Di di Shanghai.
Proyek ini dimulai dengan
membangun zona historis seluas 4 Ha, yang didominasi bangunan kolonial
peninggalan Perancis, dan 3 Ha untuk zona konservasi yaitu danau buatan.
Zona historis ini kemudian dikonservasi dan direkonstruksi seperti
aslinya namun dirubah fungsinya menjadi restoran/café/bar kelas satu dan
akhirnya berhasil menjadi kawasan favorit dan dapat menarik investasi
properti di Shanghai.
Bar, Cafe dan Restoran di sepanjang jalan - Xin Tian Di, Shanghai (http://www.q2hoo.com/2009/09/shanghai-xin-tian-di.htm) |
Lorong-Lorong Sempit yang Bersih dan Rapi (Xin Tian Di, Shanghai) (http://www.q2hoo.com/2009/09/shanghai-xin-tian-di.htm) |
Lorong-Lorong Sempit yang Bersih dan Rapi (Xin Tian Di, Shanghai) (http://www.q2hoo.com/2009/09/shanghai-xin-tian-di.htm) |
Kawasan Pedagang Kaki Lima di Xin Tian Di, Shanghai (http://www.q2hoo.com/2009/09/shanghai-xin-tian-di.htm) |
Fasilitas Tempat Duduk - Xin Tian Di, Shanghai (http://www.q2hoo.com/2009/09/shanghai-xin-tian-di.htm) |
Beberapa warga yang akan diindahkan, sebelum apartemen mereka dirobohkan untuk direvitalisasi (Xin Tian Di, Shanghai) (http://www.q2hoo.com/2009/09/shanghai-xin-tian-di.htm) |
Pembentukan badan pengelola
kawasan yang akan direvitalisasi yang terdiri dari para stakeholder di
kawasan tersebut. Badan ini nantinya memiliki peran yang kuat dalam
menentukan strategi dan konsep yang cocok untuk kawasan yang akan
direvitalisasi tersebut. kepemilikan peran yang kuat ini didasarkan atas
kesamaan visi dan misi tiap stakeholder terkait di wilayah tersebut,
sehingga revitalisasi yang dilakukan akan menuai nilai positif. Salah
satu contoh yang terjadi di kawasan historis Shamian Island, Guangzhou,
Cina, dimana pemerintah memberi kontrak konsesi kepada pihak developer
yang berasal dari daerah yang akan direvitalisasi tersebut, sehingga
dengan keleluasaan menerapkan konsep dan pengembangan wilayah yang
sesuai dengan potensi di kawasan tersebut dapat tercipta keberhasilan
revitalisasi.
Taman Kecil di Shamian Island, Guangzhou (http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Shamian-Island-small-park-0569.jpg) |
Menerapkan strategi konsep
pengembangan kawasan campuran (mixed-use) yang terpadu dan terintegrasi
(integrated development). Adanya konsep mixed-use dapat meningkatkan
jenis aktivitas di kawasan urban tersebut sehingga mampu menciptakan
daya tarik dan perekonomian kawasan tersebut. selain itu kesuksesan
kawasan-kawasan yang direvitalisasi di Singapura, Kuala Lumpur dan
Shanghai juga diperkuat oleh konsep Master Plan yang terpadu. Dokumen
Master Plan ini memuat strategi-strategi perencanaan kawasan yang
komprehensif.
Setelah menelaah
strategi-strategi revitalisasi yang telah diterapkan oleh beberapa kota
di dunia dan menuai hasil yang positif, maka sangat diharapkan
pemerintah Indonesia maupun pihak terkait yang akan melakukan
revitalisasi di kota-kota Indonesia untuk dapat melakukan studi lebih
lanjut terkait strategi-strategi tersebut dan dapat menerapkan
strategi-strategi diatas sesuai dengan keadaan kawasan yang akan
direvitalisasi. Dengan begitu arahan revitalisasi di Indonesia dapat
menuai hasil positif baik terutaman bagi masyarakat umum.
Sumber:
Emil
Pradana, Tribunnews
(http://www.tribunnews.com/2012/01/14/strategi-revitalisasi-kawasan-urban?),
diakses tanggal 14 Januari 2012 jam 13:51.