Pengertian dan Fungsi Rumah:
Menurut
John F.C. Turner (1976:151), rumah memiliki dua arti, yaitu sebagai kata benda
(produk/komoditi) dan sebagai kata kerja (proses/aktivitas). Rumah sebagai kata
benda menunjukan bahwa tempat tinggal (rumah dan lahan) sebagai suatu bentuk
hasil produksi atau komoditi, sedangkan sebagai kata kerja menunjukan suatu
proses dan akttifitas manusia yang terjadi dalam pembangunan maupun selama
proses menghuninya.
Pengertian
rumah sebagai produk atau komoditi lebih diarahkan pada kriteria pengukuran
standar-standar fisik rumah sedangkan
dalam pengertian rumah sebagai proses aktivitas kriteria pengukurannya adalah
faktor kepuasan.
Kemudian
Turner (1976, 212-213), juga mengidentifikasikan tiga fungsi utama rumah
sebagai tempat bermukim, yaitu :
a)
Rumah sebagai
penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan pada kualitas hunian atau
perlindungan yang diberikan oleh rumah (the quality of shelter provide by
housing). Kebutuhan akan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni dapat
memiliki tempat berlindung/berteduh agar terlindung dari iklim setempat.
b)
Rumah sebagai
penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial,
budaya dan ekonomi atau fungsi pengaman keluarga. Fungsi ini diwujudkan dalam
lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan
dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan
sumber penghasilan.
c)
Rumah sebagai
penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya keadaan keluarga di masa depan
setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan perumahan yang
ditempati serta jaminan berupa kepemilikan rumah dan lahan (the form of
tenure).
Fungsi ketiganya berbeda
sesuai dengan tingkat penghasilan, bagi golongan berpenghasilan tinggi atau
menengah keatas faktor identity menjadi tuntutan utama, sedangkan pada
masyarakat golongan menengah faktor security yang diprioritaskan, pada golongan
berpenghasilan rendah atau menengah kebawah faktor opportunity merupakan yang
terpenting.
Rumah merupakan salah satu
kebutuhan dasar (basic need) manusia, sesudah pangan dan sandang. (Budihardjo,
1994:57) menguraikan tingkat intensitas dan arti penting dari kebutuhan manusia
terhadap rumah berdasarkan hirarki kebutuhan dari Maslow, dimulai dari yang
terbawah sebagai berikut :
a)
Rumah memberikan
perlindungan terhadap gangguan alam dan binatang, berfungsi sebagai tempat
istirahat, tidur, dan pemenuhan fungsi badani.
b)
Rumah harus bisa
menciptakan rasa aman, sebagai tempat menjalankan kegiatan ritual, penyimpanan
harta milik yang berharga, menjamin hak pribadi.
c)
Rumah memberikan
peluang untuk interaksi dan aktivitas komunikasi yang akrab dengan lingkungan
sekitar : teman, tetangga, keluarga.
d)
Rumah memberikan
peluang untuk tumbuhnya harga diri, yang disebut Pedro Arrupe sebagai : “Status
Conferring Function”, kesuksesan seseorang tercermin dari rumah dan lingkungan
tempat huniannya.
e)
Rumah sebagai
aktualisasi diri yang “diejawantahkan” dalam bentuk pewadahan kreativitas dan
pemberian makna bagi kehidupan yang pribadi.
Menurut Undang-Undang RI No.
4 tahun 1992, tentang perumahan dan permukiman, arti rumah adalah bangunan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Perumahan adalah hal yang
langsung menyangkut berbagai aspek kehidupan dan harkat hidup manusia. Beberapa
faktor yang berpengaruh pada pembangunan perumahan saat ini adalah :
kependudukan, pertanahan, daya beli masyarakat, perkembangan teknologi dan
industri jasa konstruksi, kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan,
swadaya dan swakarsa serta peran serta masyarakat dalam pembangunan perumahan
(Yudhohusodo, 1991:85-96).
Faktor perubahan nilai-nilai
budaya masyarakat juga sangat berpengaruh pada pembangunan perumahan, hal ini
jelas terlihat pada masyarakat perkotaan, karena sifatnya yang dinamis dan
pluralistis, masyarakat kota mempunyai ciri budaya yang beraneka ragam.
Dalam membuat keputusan
tentang rumah, manusia akan memperhitungkan antara nilai rumah yang ada dengan
kebutuhan masing-masing individu, meliputi : prosedur, barang dan pelayanan.
Hal yang paling penting adalah tentang lokasi dan akses kepada masyarakat dan
tempat-tempat lain, biaya sewa dan kemudahan untuk dipindah tangankan, serta
privasi dan kenyamanan (Turner, 1976 : 64).
Kriteria Pembangunan Perumahan
Berdasarkan petunjuk Rencana Kawasan Perumahan Kota yang
disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1997, suatu kawasan perumahan selayaknya memenuhi
persyaratan dasar untuk pengembangan kota, yakni :
a)
Aksesibilitas,
yakni kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan perumahan dalam bentuk jalan
dan transportasi.
b)
Kompatibilitas,
yakni keserasian dan keterpaduan antara kawasan yang menjadi lingkungannya.
c)
Fleksibilitas,
yakni kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan dikaitkan
dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana.
d)
Ekologi, yakni
keterpaduan antara tata kegiatan alam yang mewadahinya.
Sedangkan prasarana dan
sarana yang perlu disediakan adalah :
Prasarana
|
Sarana
|
Air bersih dan listrik.
Pembuangan air hujan dan
air kotor (limbah)
Jalan lingkungan.
Pembuangan sampah
|
Pendidikan, mulai dari TK,
SD, SMP dan SMA
Kesehatan, seperti : Balai
pengobatan, RS Bersalin (BKIA), Puskesmas, praktek dokter dan apotik.
Perniaagaan dan industri.
Pemerintahan dan pelayanan
umum
Kebudayaan dan rekreasi.
Peribadatan
Olahraga dan taman
|
Sumber : Dep. PU :
Standar-standar Rencana Perkampungan, 1984 dan Pedoman Perencanaan Lingkungan, 1983.
Identifikasi Faktor dalam Menentukan Lokasi Perumahan
Perumahan mempunyai fungsi
dan peranan yang penting, Rees dalam Yeates dan Garner (1980:291) berpendapat
bahwa terdapat tiga elemen yang mempengaruhi keputusan seseorang atau sebuah
keluarga dalam menentukan pilihan lokasi tempat tinggal, yaitu:
a)
Posisi keluarga
dalam lingkup sosial, mencakup status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan
penghasilan).
b)
Lingkup
perumahan, mencakup: nilai, kualitas dan tipe rumah.
c)
Lingkup
komunitas.
d)
Lingkup fisik
atau lokasi rumah.
Hubungan antara perilaku
manusia di dalam area perkotaan dengan ruang sosial di perkotaan telah banyak
diteliti, sampai saat ini para ahli geografi telah mengidentifikasikan bahwa
gaya hidup, status sosial, dan tingkat kehidupan sangat berpengaruh di dalam
hubungan antar tingkah laku individu dengan lingkungan spasial. (Golledge &
Stimson, 1990:267).
Perpindahan manusia dari satu
lokasi ke lokasi lain di perkotaan memegang peranan penting dalam membentuk
area sosial perkotaan. Penilaian lokasi perumahan antara individu pasti
berbeda, hal ini disebabkan latar belakang tingkat kebutuhan dan kepentingan
yang berbeda-beda. (Knox, 1989:171-173).
Pengetahuan tentang lokasi
perumahan diperoleh dari interaksi antar individu, setelah berproses, informasi
yang diperoleh tersebut akan mempengaruhi pandangan tentang populasi dan
pendapat/persepsi tempat tinggalnya. Individu tersebut akan membentuk kelompok
yang membentuk variasi kluster. Kluster dari individu-individu yang mempunyai
persamaan di dalam ekonomi, sosial dan politik akan mempunyai referensi yang
sama tentang lokasi tempat tinggal. Kerangka dari referensi ini merupakan hasil
dari beberapa faktor termasuk usia, latar belakang sosial, kepercayaan (agama)
dan latar belakang etnis.
Menurut H.R. Koestoer
(1997:24), bahwa faktor sosial dan fisik sangat menentukan dalam pilihan
terhadap lokasi tempat tinggal. Dalam studi pengambilan keputusan keluarga
terhadap pilihan daerah, ditemukan bahwa faktor aksesibilitas merupakan
pengaruh utama dalam pemilihan lokasi tempat tinggal, yaitu kemudahan
transportasi dan kedekatan jarak. Faktor lain seperti kaitan tali kekeluargaan
(kinship), juga turut mempengaruhi pengambilan keputusan pemilihan tempat
tinggal.
Sementara itu para ahli
geografi mengembangkan model-model tingkah laku rumah tangga dalam memilih
lokasi rumahnya, yang diklasifikasikan menjadi dua kategori:
a)
Asumsi pertama
adalah pilihan lokasi tempat tinggal dapat dijelaskan di dalam pengertian
“trade off” antara biaya transportasi dan harga rumah.
b)
Asumsi kedua
adalah model perilaku makro,
aksesibilitas bukan syarat utama tetapi kenyamanan lingkungan, sosial ekonomi,
psikologi dan waktu adalah syarat utama untuk memilih lokasi tempat tinggal.
Faktor Karakteristik Keluarga
Analisa mengenai kepuasan
terhadap tempat tinggal terpusat pada “kepuasan” sebagai konsekuensi dari
karakteristik keluarga, namun hal ini bukan satu-satunya variabel yang memberi
efek rasa puas terhadap tempat tinggal, akan tetapi faktor fisik lingkungan
juga turut berpengaruh terhadap rasa puas. Faktor-faktor yang menjadi latar
belakang rasa puas terhadap tempat tinggal (Morris & Winter, 1978:156-157):
a)
Faktor demografi
dan sosial ekonomi, meliputi: tingkat kehidupan, status sosial ekonomi dan
struktur keluarga.
b)
Ketidakpuasan
terhadap tempat tinggal yang lama.
c)
Pengaruh dari
kondisi perumahan.
Hubungan dari ketiga faktor
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Faktor demografi dan sosial
ekonomis dipengaruhi oleh tingkat kehidupan, status sosial dan struktur
keluarga, maksudnya adalah semakin tinggi tingkat kehidupan seseorang, dengan
sendirinya akan mempengaruhi status sosial ekonominya, sehingga individu tersebut
akan melalukan penyesuaian perumahan untuk mencocokan dengan status sosial
ekonominya. Penyesuaian ini bisa juga dipengaruhi oleh struktur keluarga
maksudnya adalah semakin bertambah anggota keluarga maka individu akan
menyesuaikan kondisi perumahannya.
Penyesuaian juga akan
dilakukan apabila individu tersebut merasa tidak puas dengan tempat tinggal
yang lama atau bisa juga karena pengaruh dari kondisi disekeliling perumahan.
Faktor Karakteristik Lingkungan
Kualitas lingkungan
mencerminkan kualitas hidup manusia yang ada di dalamnya. Menurut Amos Rapoport
(1977: 60-61) komponen kualitas lingkungan dapat dibagi menjadi:
a)
Variabel lokasi:
jarak ke pusat pelayanan, iklim dan topografi.
b)
Variabel fisik:
organisasi ruang yang jelas, udara bersih dan tenang.
c)
Variabel
psikologis: kepadatan penduduk dan kemewahan.
d)
Variabel sosial
ekonomi: suku, status sosial, tingkat kriminalitas dan sistem pendidikan.
Faktor lokasi rumah yang
dekat dengan daerah industri juga menjadi pertimbangan, karena masyarakat lebih
menyukai tinggal di daerah yang jauh dari daerah industri.
Selain itu menurut Drabkin
(1980:68) ada juga beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan lokasi
perumahan, yang secara individu berbeda satu sama lain, yaitu
a)
Aksesibilitas,
yang terdiri dari kemudahan transportasi dan jarak ke pusat kota.
b)
Lingkungan, dalam
hal ini terdiri dari lingkungan sosial dan fisik seperti kebisingan, polusi dan
lingkungan yang nyaman.
c)
Peluang kerja
yang tersedia, yaitu kemudahan seseorang dalam mencari pekerjaan untuk
kelangsungan hidupnya.
d)
Tingkat
pelayanan, lokasi yang dipilih merupakan lokasi yang memiliki pelayanan yang
baik dalam hal sarana dan prasarana dan lain-lain.
Faktor lingkungan yang juga
menjadi pertimbangan di dalam memilih lokasi perumahan menurut (Bourne,1975:205) adalah:
a)
Aksesibilitas ke
pusat kota: jalan raya utama, sekolah dan tempat rekreasi.
b)
Karakteristik
fisik dan lingkungan permukiman: kondisi jalan, pedestrian, pola jalan dan
ketenangan.
c)
Fasilitas dan
pelayanan: kualitas dari utilitas, sekolah, polisi dan pemadam kebakaran.
d)
Lingkungan
sosial: permukiman bergengsi, komposisi sosial ekonomi, etnis dan demografi.
e)
Karakteristik
site rumah: luas tanah, luas bangunan, jumlah kamar dan biaya pemeliharaan.
Berkaitan dengan pemilihan
lokasi, Luhst (1997:128) menyebutkan bahwa kualitas kehidupan yang berupa
kenyamanan, keamanan dari suatu rumah sangat ditentukan oleh lokasinya. Daya
tarik dari suatu lokasi ditentukan oleh dua hal yaitu aksesibilitas dan lingkungan.
Aksesibilitas merupakan daya tarik ditentukan oleh kemudahan dalam pencapaian
ke berbagai pusat kegiatan seperti pusat perdagangan, pusat pendidikan, daerah
industri, jasa pelayanan perbankan, tempat rekreasi, pelayanan pemerintahan,
jasa profesional dan bahkan merupakan perpaduan antara semua kegiatan tersebut.
Perkembangan Kota dan Penentuan Lokasi Perumahan
Perkembangan Kota
Kota adalah kawasan
permukiman yang jumlah dan kepadatan penduduk yang relatif tinggi, memiliki
luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, tempat sekelompok
orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal bersama dalam suatu
wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan
individualistis (Kamus Tata Ruang, 1997 : 52).
Menurut Budihardjo (1996:11)
kota merupakan hasil cipta, karsa dan karya manusia yang paling rumit dan
muskil sepanjang sejarah Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa begitu
banyak masalah bermunculan silih berganti di perkotaan, akibat pertarungan
kepentingan berbagai pihak yang latar belakang visi, misi dan motivasinya
berbeda satu sama lain. Kota merupakan suatu permukiman yang relatif besar,
padat dan permanen, dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya
(Daljoeni, 1998 : 28).
Secara teoritis terdapat tiga
cara perkembangan kota, (Zahnd, 1994:24) yairu :
a)
Perkembangan
horisontal, artinya daerah bertambah sedangkan ketinggian bangunan dan
intensitas lahan terbangun (coverage) tetap sama.
b)
Perkembangan
vertikal, artinya daerah pembangunan dan kualitas lahan terbangun sama,
sedangkan ketinggian bertambah.
c)
Perkembangan
interstial, artinya daerah dan
ketinggian bangunan-bangunan rata tetap sama, sedangkan kuantitas lahan
terbangun (coverage) bertambah.
Perkembangan kota pada
umumnya terdiri dari dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal merupakan suatu kekuatan yang terbentuk akibat kedudukan kota
dalam kontelasi regional atau wilayah yang lebih luas, sehingga memiliki
kemampuan untuk menarik perkembangan dari daerah sekitarnya yang selanjutnya
diakomodasikan dalam kekuatan ekonomi kota. Faktor internal adalah kekuatan
suatu kota untuk berrkembang dan ditentukan oleh keuntungan geografis, letak,
fungsi kota. (Branch, 1996:40).
Daldjoeni (1998:203) juga
mengemukakan bahwa proses berekspansinya kota dan berubahnya struktur tata guna
lahan sebagian besar disebabkan oleh adanya daya sentrifugal dan data sentripetal
pada kota. Yang pertama mendorong gerak ke luar dari penduduk dan berbagai
usahanya, lalu terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor dan
zone-zone kota, yang kedua mendorong gerak ke dalam dari penduduk dan berbagai
usahanya sehingga terjadilah pemusatan (konsentrasi) kegiatan manusia.
Sujarto (1996:81), mengatakan bahwa perkembangan kota
dan pertumbuhan kota sangat dipengaruhi oleh faktor manusia, faktor kegiatan
manusia dan faktor pola pergerakan manusia antar pusat kegiatan.
Kota merupakan pusat
perkembangan dalam suatu wilayah dimana pusat kota tumbuh dan berkembang lebih
pesat dibandingkan dengan daerah sekelilingnya. (Edger, M. Hoover, 1977:85).
Pada umumnya suatu kota tumbuh dan berkembang karena kegiatan penduduknya, perkembangan
kota dapat ditinjau dari beberapa aspek yang dapat menentukan pertumbuhan dan
perkembangan suatu kota, yaitu :
a)
Perkembangan
penduduk perkotaan menunjukan pertumbuhan dan intensitas kegiatan kota.
b)
Kelengakapan
fasilitas yang disediakan oleh kota dapat menunjukan adanya tingkat pelayanan
bagi masyarakatnya.
c)
Tingkat investasi
kota dimana hasilnya dapat menunjukan tingkat pertumbuhan kota yang dapat
tercapai dengan tingkat ekonomi yang tinggi.
Perkembangan kota juga dapat
ditinjau dari peningkatan aktivitas kegiatan sosial ekonomi dan pergerakan arus
mobilitas penduduk kota yang pada gilirannya menuntut kebutuhan ruang bagi
permukima, karena dalam lingkungan perkotaan, perumahan menempati presentasi
penggunaan lahan terbesar dibandingkan dengan penggunaan lainnya, sehingga
merupakan komponen utama dalam pembentukan struktur suatu kota.
Menurut Horton dan Reynold
dalam Bourne (1982:159), perkembangan kota selain dilihat dari perkembangan
geografis, dapat juga dilihat dari sisi “Behavior approach” artinya melihat
dari sisi pengambil keputusan, yang dimaksud dalam permasalahan ini adalah
pengembang. Dalam hal memilih lokasi untuk perumahannya pengembang lebih menekankan pada unsur mencari
keuntungan, tanpa memikirkan akibat yang terjadi di kemudian, sehingga
perkembangan kota dapat saja mengikuti kemauan pengembang.
Penentuan Lokasi Perumahan
Persepsi perumahan lebih
banyak dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan lokasi perumahan menurut
masyarakat. Menurut teori struktur internal perkotaan dari Burgess, dijelaskan
bahwa faktor lokasi sangat penting bagi tingkat penghasilan. Pilihan lokasi
akan hunian umumnya akan berusaha mendekati lokasi aktivitasnya, namun dalam
perkembangan penggunaan lahan di perkotan lebih dititik beratkan pada segi ekonomis
lahan.
Karena semakin dekat dengan
pusat aktivitas maka semakin tinggi tingkat aksesibilitas lokasi, guna lahan
yang berkembang diatasnya juga akan semakin intensif, yang akibatnya sangat
mempengaruhi peruntukan lahan bagi perumahan.
Setiap kegiatan manusia
memerlukan ruang tertentu, seseorang yang ingin memiliki lahan yang baik dan
kondisi lingkungan yang baik serta dekat dengan tempat yang lain untuk
kepentingan tertentu, sangat bergantung kepada harga lahan, harga lahan
menentukan permintaan atas lahan serta mempengaruhi intensitas persaingan untuk
mendapatkan lahan.
Aktor Pembangunan Perumahan
Selama ini yang dianggap
sebagai pemeran utaama pembangunan perumahan adalah tiga besar, yaitu
pemerintah swasta dan masyarakat. Menurut Menurut Budihardjo (1998:45), pembangunan perumahan dilaksanakan oleh dua
sektor yaitu sektor formal dalam hal ini pemerintah, swasta dan hibrida, dan
sektor informal yaitu masyarakat dan hibrida, sedangkan aktor-aktor yang terkait
dalam pembangunan perumahan adalah seperti tabel dibawah ini
Dari tabel diatas terlihat
bahwa sektor swasta kurang banyak terlibat dalam pembangunan perumaahan untuk
kelompok berpenghasilan rendah dan sangat rendah, namun pembangunan perumahan
telah dilakukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perumahan seluruh lapisan
masyarakat dari kelas atas sampai kelas paling rendah.
Sampai saat ini belum jelas
apa kriteria dan persyaratan pembangunan perumahan oleh real estate, dalam
praktek begitu banyak kejanggalan seolah-olah real estate hanya memberi
prioritas bagi warga yang berduit, memberi keuntungan berlipat ganda bagi para
spekulan tanah secara langsung dan tidak langsung “menggusur rakyat kecil dari
permukiman semula (Marbun, 1990:80),
sedangkan menurut Gallion (1992-153) bahwa dalam prakteknya, real estate menganggap tanah sebagai suatu
komoditi untuk dibeli dengan harga rendah dan dijual dengan harga tinggi.
Menurut Budihardjo (1997:24),
bila lahan dibiarkan sebagai komoditi ekonomi yang ditarungkan secara bebas,
maka mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan akan semakin
terpuruk dan semakin tidak mampu menjangkau atau memiliki rumah yang layak,
yang dibangun oleh pihak swasta, dan jika hal tersebut dibiarkan maka
pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar di perkotaan selalu
dihadapkan pada masalah tanah yang makin mahal dan langka serta perlu
dikendalikan. (Lukita, 1992)
Dalam pemilihan tempat untuk
lokasi perumahan, developer/pengembang akan mencari lokasi bangunan yang sesuai
dengan cara menyeleksi beberapa tempat. Dari banyak kriteria yang mempengaruhi
pemilihan tempat, menurut Catanese (1996:296) yang paling utama adalah :
a)
Hukum dan
lingkungan, akankah hukum yang berlaku mengijinkan didirikannya gedung dengan
ukuran tertentu, persyaratan tempat parkir, tinggi maksimum gedung,
batasan-batasan kemunduran dan berbagai kendala lain yang berkaitan.
b)
Sarana, suatu
proyek membutuhkan pemasangan air, gas, listrik, telepon, tanda bahaya
(alaram), jaringan drainase.
c)
Faktor teknis,
artinya bagaimana keadaan tanah, topografi dan drainase yang mempengaruhi
desain tempat atau desain bangunan.
d)
Lokasi, yang
dipertimbangkan adalah pemasarannya, aksesibilitas, dilewati kendaraan umum dan
dilewati banyak pejalan kaki.
e)
Estetika, yang
dipertimbangkan adalah view yang menarik.
f)
Masyarakat, yang
dipertimbangkan adalah dampak pembangunan real estate tersebut terhadap
masyarakat sekitar, kemacetan lalu lintas dan
kebisingan..
g)
Fasilitas
pelayanan, yang dipertimbangkan adalah aparat kepolisian, pemadam kebakaran,
pembuangan sampah, dan sekolah.
h)
Biaya, yang
dimaksud dengan biaya adalah harga tanah yang murah.
Dengan banyaknya dan beragam
kriteria yang ada, maka terjadilah persaingan antara pengembang dalam memilih
lokasi untuk membangun perumahannya, hal ini menunjukan bahwa menentukan lokasi
untuk perumahan bukan hal yang mudah.
Daftar Pustaka:
Turner, John F., Housing By People
– Towards Autonomy In Building Environments, Marion Boyars Publishers Ltd,
London, 1976
Bourne, L.S., Internal Structure of the City - Readings on Space and
Environment, Oxford University Press. Inc., Oxford, 1975
Bourne, L.S., Internal Structure of the City - Readings on Urban Growth
and Policy, Oxford University Press. Inc., Oxford, 1982
Budihardjo, Eko, Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 1998
Budihardjo, Eko, Tata Ruang Perkotaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1997
Catanese, Anthony J., and James C. Snyder, Perencanaan Kota, Erlangga,
Jakarta, 1996
Daldjoeni, N,. Geografi Baru, PenerbitAlumni, Bandung, 1992
Daldjoeni, N,. Geografi Kota dan Desa, PenerbitAlumni, Bandung, 1998
Drabkin, Haim Darin, Land Policy and Urban Growth, Great Britain, Pergamen
Press, 1980
Gallion, Arthur, B. & Simon Eisher, Pengantar Perancangan Kota,
Erlangga, Jakarta, 1992
Golledge, Reginald George & Stimson Robert J., Analytical Behavioral
Geography. Routledge, 1990
Hoover, Edgar, An In Introduction to Regional Economics, Second Edition,
Alfret A., 1977
Koestoer, Raldi Hendro, Dimensi
Keruangan Kota, Teori dan Kasus, UI Press, Jakarta, 2001
Knox, Paul, Urban Social Geography, Longman Scientific & Technical,
1989
Luhst. K. M., Real Estate
Evaluation, Principles Aplication Press,USA, 1997
Lukita Enggartiasto, Sistem Penyediaan Perumahan Di Perkotaan – Khususnya
Jakarta, Makalah Seminar Nasional Information On Urban Housing Jurusan
Arsitektur dan Program Studi Real Estate Universitas Tarumanegara, Jakarta,
1992
Marbun. B. N., Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek, Erlangga,
Jakarta 1990
Morris Earl W. & Winter Mary, Housing, Family and Society, Jhon Willley & Sons Inc. 1978
Rapoport, Amos, Human Aspects Of
Urban Form, Pergamon Press, 1977
Sujarto, Djoko, Penataan Ruang Dalam Pengembangan Kota Baru, BPPT, Jakarta, 1996
Yudohusodo, Siswono, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, Yayasan Padamu Negeri,
Jakarta. 1991
Yeates, Maurice & Garner Barry,
The North American City, Harper
& Row Publisher, New York. 1980
Zahnd, Markus, Perancangan Kota Secara Terpadu, Kanisius, Yogyakarta, 1999
Kebijakan dan Peraturan
Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, Dep. PU, Jakarta, 1977
Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992, Tentang Perumahan Dan Permukiman.
Kamus Tata Ruang, Dirjen Cipta karya, Dep. PU dan IAP, Jakarta. 1977
Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2010
Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 1985-2005
Jakarta Planing Atlas, Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 1995
Jakarta Selatan Dalam Angka, BPS, 2001
RP4D Jakarta Selatan, Dinas Perumahan DKI Jakarta, 2002
Tesis R. Nuzulina Ilmiaty Ismail, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan
Lokasi Perumahan Di Jakarta Selatan (Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah
Dan Kota Universitas Diponegoro Semarang)