Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang
efektif dilaksanakan sejak tahun 2001, meningkatkan kesempatan bagi
Pemerintah Daerah untuk memberikan alternatif pemecahan-pemecahan
inovatif dalam menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapinya.
Pemerintah Daerah dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih besar
terhadap kualitas penyelenggaraan pelayanan publik dasar serta bagaimana
meningkatkan kemandirian daerah dalam melaksanakan pembangunan.
Berangkat dari fakta sementara, saat ini konsep desentralisasi dan
Otonomi Daerah diartikulasikan oleh daerah untuk hanya terfokus pada
usaha menata dan mempercepat pembangunan di wilayahnya masing-masing.
Penerjemahan seperti ini ternyata belum cukup efisien dalam meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, karena tidak dapat dipungkiri bahwa maju
mundurnya satu daerah juga bergantung pada daerah-daerah lain, khususnya
daerah yang berdekatan.
Untuk mengoptimalkan potensinya, kerjasama
antar daerah dapat menjadi salah satu alternatif inovasi/konsep yang
didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas, sinergis dan
saling menguntungkan terutama dalam bidang-bidang yang menyangkut
kepentingan lintas wilayah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah,
melalui berbagai payung regulasi (peraturan pemerintah) mendorong
kerjasama antar daerah. Kerjasama diharapkan menjadi satu jembatan yang
dapat mengubah potensi konflik kepentingan antardaerah menjadi sebuah
potensi pembangunan yang saling menguntungkan.
Kerjasama Antar Daerah (KAD) hanya dapat
terbentuk dan berjalan apabila didasarkan pada adanya kesadaran bahwa
daerah-daerah tersebut saling membutuhkan untuk mencapai satu tujuan.
Oleh karena itu, inisiasi Kerjasama Antar Daerah (KAD) baru dapat
berjalan dengan efektif apabila telah ditemukan kesamaan isu, kesamaan
kebutuhan atau kesamaan permasalahan. Kesamaan inilah yang dijadikan
dasar dalam mempertemukan daerah-daerah yang akan dijadikan mitra.
Kerjasama bisa meningkat atau lebih efektif
dalam keberjalanannya apabila ada external support (misalnya dalam hal
pendanaan) dan demand public atau permintaan dan dukungan dari
masyarakat. Meskipun dua hal tersebut penting, akan tetapi hal utama
yang harus mendasari kerjasama tersebut adalah adanya komitmen dari
masing-masing Pemerintahan Daerah yang terkait. Komitmen yang dimaksud
adalah komitmen untuk bekerjasama dalam penanganan isu-isu yang telah
disepakati, dan lebih mendahulukan kepentingan bersama dibanding
kepentingan masing-masing daerah. Komitmen tersebut perlu dimiliki oleh
para pejabat, baik pada level teknis, manajerial, maupun pimpinan,
sehingga langkah-langkah yang diperlukan, termasuk pemangkasan birokrasi
dalam kerjasama dapat dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi gerak.
Mengingat sulitnya mengkoordinasikan
pemda-pemda dalam semua aspek kepemerintahan, akan lebih efektif apabila
isu/bidang yang ditangani dalam kerjasama itu terfokus pada satu
isu/bidang saja atau beberapa bidang prioritas. Perluasan lingkup
kerjasama dapat dilakukan kemudian, tergantung pada kondisi/komitmen
dari pemda-pemda dan tanggapan dari masyarakat.
Selain itu, yang juga perlu dipikirkan
adalah masalah feasibilitas kerjasama, baik secara ekonomi maupun
politis. Secara politis karena walau bagaimanapun, keputusan akhir
mengenai komitmen untuk bekerjasama adalah sebuah keputusan politis yang
harus diambil pada level pimpinan, sehingga diperlukan
argumentasi-argumentasi untuk bekerja sama yang cukup menarik secara
politis bagi level pimpinan itu. Tentu saja, karena secara politis
kerjasama ini harus menarik bagi semua daerah yang terlibat, maka juga
harus menguntungkan bagi semua daerah. Prinsip ”saling menguntungkan” inilah yang menjadi salah satu filosofi dasar kerjasama. Secara teoritis, kerjasama dapat dipahami sebagai berikut:
Prinsip Kerjasama Antar Daerah |
Isu-isu strategis yang berkaitan dengan urgensi Kerjasama Antar Pemerintah Daerah selama ini adalah :
1. Peningkatan Pelayanan Publik.
Kerjasama
antar daerah diharapkan menjadi salah satu metode inovatif dalam
meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan publik. Efektivitas dan
efisiensi dalam penyediaan sarana dan prasarana pelayanan publik seperti
pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sebagainya juga menjadi issue
yang penting, terutama untuk daerah-daerah tertinggal. Peningkatan
pelayanan publik ini juga termasuk pembangunan infrastrukutur.
Infrastruktur ini bisa mencakup jaringan jalan, pembangkit listrik, dan
sebagainya.
2. Kawasan Perbatasan
Kerjasama
dalam hal keamanan di kawasan perbatasan juga menjadi salah satu isu
strategis. Selain dalam hal keamanan, kerjasama di kawasan-kawasan
perbatasan juga difokuskan pada pengembangan wilayah, karena
daerah-daerah di kawasan perbatasan ini sebagian besar adalah daerah
tertinggal.
3. Tata Ruang
Keterkaitan
tata ruang antardaerah diperlukan dalam hal-hal yang dapat mempengaruhi
lebih dari satu daerah, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan
lindung, dan sebagainya.
4. Penanggulangan Bencana dan Penanganan Potensi Konflik
Usaha
mitigasi bencana dan tindakan pasca bencana, apabila bercermin dari
pengalaman di NAD, Alor dan Nabire, serta daerah lainnya, ternyata
keadaan ini membutuhkan koordinasi dan kerjasama yang baik antar
daerah-daerah yang berdekatan.
5. Kemiskinan dan Pengurangan Disparitas Wilayah
Keterbatasan
kemampuan, kapasitas dan sumber daya yang berbeda-beda antar daerah
menimbulkan adanya disparitas wilayah dan kemiskinan (kesenjangan
sosial). Melalui kerjasama antar daerah, diharapkan terjadi peningkatan
kapasitas daerah dalam penggunaan sumber daya secara lebih optimal dan
pengembangan ekonomi lokal, dalam rangka menekan angka kemiskinan dan
mengurangi disparitas wilayah.
6. Peningkatan peran Provinsi
UU
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengisyaratkan perlunya
peningkatan peran provinsi, termasuk dalam memfasilitasi penyelesaian
permasalahan-permasalahan antar daerah. Untuk itu diperlukan peningkatan
kemampuan provinsi dalam menyelenggarakan/mendorong kerjasama antar
daerah (local government cooperation). Peranan ini terutama dalam
kapasitas provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dan
sebagai fasilitator dan katalisator Kerjasama Antar Daerah (KAD).
7. Pemekaran Daerah
Kerjasama
Antar Daerah (KAD) dapat menjadi salah satu alternatif lain untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik
selain kebijakan pemekaran daerah. Hal ini mengingat kebijakan pemekaran
memerlukan lebih banyak sumber daya dibanding Kerjasama Antar Daerah
(KAD), dan perkembangan daerah otonom baru tidak selalu memberikan hasil
seperti yang diinginkan.
Dalam perkembangannya selama ini,
sebagian daerah telah memiliki kesadaran sendiri untuk bekerjasama
dengan daerah lain dalam berbagai bidang, terkait dengan isu-isu
strategis tadi. Meskipun begitu, karena pada awalnya tidak ada kewajiban
bagi daerah untuk menginformasikan atau melaporkan pembentukan
Kerjasama Antar Daerah (KAD) baik ke Pemerintah maupun Pemerintah
Provinsi, maka belum dilakukan pendataan mengenai apa saja bentukan-
bentukan kerjasama yang telah terselenggara di seluruh Indonesia.
Berbagai bentukan kerjasama ini
banyak yang telah berkembang sebelum adanya peraturan perundangan yang
khusus memayungi Kerjasama Antar Daerah (KAD) dari pemerintah. Akan
tetapi, dalam perkembangannya dirasakan bahwa payung peraturan itu
memang diperlukan, meskipun pelaksanaan teknis kerjasama itu sendiri
akan sangat tergantung dari karakteristik daerah-daerah yang terkait.
Peraturan perundangan tersebut misalnya diperlukan sebagai pedoman
penyelenggaraan untuk daerah-daerah yang akan membentuk kerjasama dan
sebagai pedoman penyelesaian apabila terjadi perselisihan dalam
pelaksanaan kerjasama tersebut.
Berdasarkan kebutuhan tersebut,
Pemerintah kemudian merumuskan beberapa kebijakan sebagai pedoman
penyelenggaraan Kerjasama Antar Daerah (KAD). Setelah era desentralisasi
dan otonomi daerah, kebijakan yang mengatur tentang Kerjasama Antar
Daerah (KAD) adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1730/SJ
tanggal 13 Juli 2005. Setelah itu, dimulai penyusunan PP mengenai
Kerjasama Antar Daerah (KAD) yang kemudian disahkan pada tahun 2007,
yaitu PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar
Daerah.
Sumber:
Dr. Ir. Antonius Tarigan, M.Si, Buletin Tata Ruang, Maret-April 2009 (Edisi: Meningkatkan Daya Saing Wilayah)
---------------
Kerangka Konseptual Kerjasama Antar Daerah (KAD)Kerangka Regulasi Kerjasama Antar Daerah (PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah)
Potensi dan Kendala dalam Kerjasama Antar Daerah (KAD)
Model Kerjasama Antar Daerah (KAD)
Kerjasama Antar Daerah (KAD) dan Peningkatan Daya Saing Wilayah
---------------