Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi
sektor-sektor ekonomi di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang
merupakan sektor basis atau leading sektor. Pada dasarnya teknik ini menyajikan
perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki
dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang menjadi acuan. Satuan yang
digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ tersebut nantinya
dapat berupa jumlah tenaga kerja per-sektor ekonomi, jumlah produksi atau
satuan lain yang dapat digunakan sebagai kriteria.
Teknik analisis ini belum bisa memberikan kesimpulan akhir
dari sektor-sektor yang teridentifikasi sebagai sektor strategis. Namun untuk
tahap pertama sudah cukup memberi gambaran akan kemampuan suatu daerah dalam
sektor yang teridentifikasi. Rumus matematika yang digunakan untuk
membandingkan kemampuan sektor-sektor dari daerah tersebut adalah (Warpani,
1984:68) :
Location Quotient Analysis (LQ) |
Dimana :
Si = Jumlah buruh
sektor kegiatan ekonomi i di daerah yang diselidiki
S = Jumlah buruh
seluruh sektor kegiatan ekonomi di daerah yang diselidiki
Ni = Jumlah
sektor kegiatan ekonomi i di daerah acuan yang lebih luas, di mana daerah yang
di selidiki menjadi bagiannya
N = Jumlah seluruh
buruh di daerah acuan yang lebih luas
Itu jika menggunakan data buruh atau tenaga kerja. Demikian
pula jika menggunakan data lain, seperti PDRB.
Dari perhitungan Location Quotient (LQ) suatu sektor, kriteria umum yang
dihasilkan adalah :
a)
Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang
tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari pada tingkat wilayah acuan
b)
Jika LQ < 1, disebut sektor non-basis, yaitu sektor yang
tingkat spesialisasinya lebih rendah dari pada tingkat wilayah acuan
c)
Jika LQ = 1, maka tingkat spesialisasi daerah sama dengan
tingkat wilayah acuan.
Asumsi metoda LQ ini adalah penduduk di wilayah yang
bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan
wilayah acuan. Asumsi lainnya adalah permintaan wilayah akan suatu barang akan
dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari
wilayah lain.
Keunggulan Analisis LQ:
Location Quotient merupakan suatu alat analisa yang digunakan
dengan mudah dan cepat. LQ dapat digunakan sebagai alat analisis awal untuk
suatu daerah, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan alat analisis lainnya.
Karena demikian sederhananya, LQ dapat dihitung berulang kali untuk setiap
perubahan spesialisasi dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu.
Perubahan tingkat spesialisasi dari tiap sektor dapat pula diketahui dengan
membandingkan LQ dari tahun ke tahun.
Kelemahan Analisis LQ:
Perlu diketahui bahwa nilai LQ dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Nilai hasil perhitungannya bias, karena tingkat disagregasi peubah
spesialisasi, pemilihan peubah acuan, pemilihan entity yang diperbandingkan,
pemilihan tahun dan kualitas data.
Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah
masalah time lag. Hal ini diakui, bahwa base multiplier atau pengganda tidak
berlangsung secara tepat, karena membutuhkan time lag antara respon dari sektor
basis terhadap permintaan dari luar wilayah dan respon dari sektor non basis
terhadap perubahan sektor basis. Pendekatan yang biasanya dilakukan terhadap
masalah ini adalah mengabaikan masalah time lag ini, namun dalam jangka panjang
masalah ini pasti terjadi.
Pengganda basis dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut
(Budiharsono, 2001:31) :
Atau:
Atau:
dimana :
T = Total Tenaga Kerja
X = Jumlah Tenaga Kerja
Pada Sektor Basis
1/(1-dl) = Multiplier.
(Ma’rif : 2000)
Pada umumnya jika dilakukan dengan hati-hati dan
menggunakannya dengan hati-hati pula, maka model ekonomi basis ini merupakan
alat yang baik untuk mengeksplorasi, mengevaluasi dan memberikan dugaan
permintaan basis untuk masa mendatang dan memprediksi tenaga kerja, pendapatan,
populasi, investasi, kebutuhan pelayanan masyarakat dan sebagainya.
Menurut teori ini, sektor ekspor merupakan sektor yang paling
penting dalam pembangunan daerah, karena (1) ekspor akan secara langsung
menimbulkan kenaikan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah,
(2) pengembangan ekspor akan menimbulkan permintaan atas produksi industri
lokal (residentary industry), yaitu industri di daerah yang memproduksi untuk
memenuhi pasaran di daerah tersebut. Walaupun sebetulnya ada faktor lain yang
tidak kalah pentingnya dalam pembangunan daerah, yaitu pertambahan penduduk dan
modal yang besar ke daerah tersebut.
Dalam perkembangannya, teori ekspor base dikembangkan lagi
oleh Perlof dan Wingo ke dalam teori resource base yang didasarkan pada
pengalaman empirik sejarah perkembangan daerah di Amerika Serikat
(Sukirno,1982). Teori ini menganggap bahwa di samping ekspor, peranan kekayaan
alam suatu daerah juga menentukan perkembangan daerah tersebut.
Shift – Share Analysis
Metoda ini digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian daerah,
pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi
sektor unggulan daerah dalam kaitannya dengan perekonomian wilayah acuan
(wilayah yang lebih luas) dalam dua atau lebih kurun waktu.
Analisis ini bertolak pada asumsi bahwa pertumbuhan sektor
daerah sama dengan pada tingkat wilayah acuan, membagi perubahan atau
pertumbuhan kinerja ekonomi daerah (lokal) dalam tiga komponen :
1)
Komponen Pertumbuhan Wilayah Acuan (KPW), yaitu mengukur
kinerja perubahan ekonomi pada perekonomian acuan. Hal ini diartikan bahwa
daerah yang bersangkutan tumbuh karena dipengaruhi oleh kebijakan wilayah acuan
secara umum.
2)
Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP), yaitu mengukur
perbedaan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi acuan dengan pertumbuhan agregat.
Apabila komponen ini pada salah satu sektor wilayah acuan bernilai positif,
berarti sektor tersebut berkembang dalam perekonomian acuan. Sebaliknya jika
negatif, sektor tersebut menurun kinerjanya.
3)
Komponen Pergeseran atau Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPK),
yaitu mengukur kinerja sektor-sektor lokal terhadap sektor-sektor yang sama
pada perekonomian acuan. Apabila komponen ini pada salah satu sektor positif,
maka daya saing sektor lokal meningkat dibandingkan sektor yang sama pada
ekonomi acuan, dan apabila negatif terjadi sebaliknya.
Dengan demikian apabila perubahan atau pertumbuhan kinerja
ekonomi kota adalah PEK, maka persamaannya dapat diformulasikan sebagai berikut
(Ma’rif, 2000:3):
Atau:
Di mana :
Y* = Indikator ekonomi
acuan akhir tahun kajian
Y = Indikator ekonomi
acuan awal tahun kajian
Y’i = Indikator ekonomi
acuan sektor i akhir tahun kajian
Yi = Indikator ekonomi
acuan sektor i awal tahun kajian
y’i = Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i
akhir tahun kajian
yi = Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i
awal tahun kajian
Pergeseran Netto (PN) dihitung dengan rumus :
Selain data pendapatan dapat juga dipergunakan data kesempatan kerja.
Keunggulan Shift – Share
Analysis:
a)
Digunakan untuk memperileh gambaran rinci mengenai pergeseran
struktur ekonomi
b)
Menggambarkan posisi relatif masing-masing sektor
perekonomian daerah terhadap wilayah acuan
c)
Menggambarkan sektor-sektor unggulan yang dapat dipacu untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi
d)
Menggambarkan sektor yang posisinya relatif lemah, namun
dianggap strategis untuk dipacu (pertimbangan penyerapan tenaga kerja)
Kelemahan Shift – Share
Analysis:
a)
Asumsi yang digunakan bahwa sektor-sektor ekonomi acuan
tumbuh dengan tingkat yang sama,
b)
Pergeseran posisi sektor dianggap linier.
Daftar Pustaka:
Budiharsono,
Sugeng, Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2001.
Ma’rif,
Samsul, Ekonomi Wilayah dan Kota, Ekonomika dalam Perencanaan Identifikasi
Sektor Strategis, Diktat Kuliah PWK UNDIP Semarang, 2002.
Nawanir, Hanif (2003), Studi
Pengembangan Ekonomi dan Keruangan Kota Sawahlunto Pascatambang, Tesis Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro (2003)
Warpani,
Suwardjoko, Analisis Kota dan Daerah, ITB Bandung, 1984.