Perencanaan Kota Jangan Abaikan Keberadaan dan Hak Orang Miskin

Jakarta, Kompas - Kebijakan rencana tata ruang kota selama ini cenderung tidak bertolak dari akar permasalahan yang harus diselesaikan, yakni masalah kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Perencanaan tata kota yang tidak adil dan mengabaikan hak hidup orang miskin akan memunculkan kerusuhan, kriminalitas, dan konflik berkelanjutan yang akan mengancam proses pembangunan kota itu sendiri.

Demikian dikemukakan Ny Madrim Djody Gondokusumo dalam disertasi yang dipertahankannya di depan senat akademik Universitas Indonesia di Kampus UI Salemba, Sabtu (9/4). Ia dipromotori oleh Prof Dr Herman Haeruman. Madrim dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan.

Dalam disertasinya, Madrim mengungkapkan eratnya keterkaitan antara masalah kemiskinan dan perencanaan tata ruang. Perencanaan tata ruang yang memerhatikan masyarakat miskin di dalamnya akan dapat meningkatkan kualitas hidup rakyat miskin.

"Akan tetapi, kenyataannya peningkatan kualitas masyarakat miskin sering diabaikan dan kalaupun ada, cenderung bersifat fisik," kata Madrim.

Proyek perbaikan kampung kumuh MHT yang diberi penghargaan dari dunia internasional, menurut Madrim, bisa dikatakan berhasil dari segi fisiknya. Akan tetapi, keberhasilan perbaikan fisik itu ternyata sedikit sekali pengaruhnya untuk meningkatkan kualitas masyarakat yang hidup di kawasan itu.

"Secara fisik, kampung-kampung terlihat lebih bersih dan indah. Meski demikian, orang- orang yang tinggal di kawasan itu tetap miskin," papar Madrim.

Jadikan acuan
Maka, ia menyarankan agar keberadaan orang-orang miskin menjadi acuan dalam pembangunan kota. Peruntukan kepemilikan lahan sebaiknya tidak disamaratakan untuk semua strata kaya dan miskin sehingga akhirnya lahan masyarakat miskin diperjualkan dan kemudian dikuasai oleh orang- orang yang mampu secara sosial ekonomi. Akibatnya, masyarakat miskin tidak mempunyai lahan dan mereka akan selalu terusir dan tergusur.

Meski sulit untuk memotong interaksi antara kemiskinan dan kerusakan lingkungan, Madrim menyarankan agar kondisi multidimensional masyarakat yang tinggal di dalamnya diperhatikan.
Pembangunan yang holistik dan bertahap untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perlu diperhatikan, termasuk pendidikan.

Ia memberikan contoh, pendirian puskesmas dan distribusi beras untuk rakyat miskin sulit dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di kampung miskin bila tidak disertai dengan penyediaan air bersih.
Madrim menawarkan pendekatan baru dalam perencanaan kota dengan pendekatan dari bawah ke atas, pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis melalui dialog-dialog emansipatoris antara kaum elite dan masyarakat.

Ia juga mengajak para perencana kota untuk mengintegrasikan etika dan ilmu pengetahuan. Para perencana kota diharapkan tidak hanya menggunakan pendekatan pemikiran modern, tetapi juga memerhatikan nilai-nilai keadilan sosial dalam pembangunan kota. (wis)

Read More in: Perencanaan Kota Jangan Abaikan Keberadaan dan Hak Orang Miskin
Kompas, Humaniora, Senin 11 April 2005