3. Prinsip Partisipatif dalam Good Governance
Dalam
proses pembangunan di segala sektor, aparat negara acapkali mengambil
kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam pelbagai keputusan yang mengikat
masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan
yang lebih tinggi. Keputusan-keputusan semacam itu tidak jarang dapat
membuka kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warga negara akibat
adanya pendirian sementara pejabat yang tidak rasional atau adanya
program-program yang tidak mempertimbangkan pendapat rakyat kecil. Bukan
rahasia lagi bahwa di negara kita ini pertimbangan-pertimbangan
ekonomis, stabilitas, dan security sering mengalahkan
pertimbangan-pertimbangan mengenai aspirasi masyarakat dan hak asasi
mereka sebagai warga negara. Pembangunan politis dalam banyak hal telah
disubordinasi oleh pembangunan ekonomis maupun kebijakan-kebijakan
pragmatis pejabat tertentu.
Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat
demokrasi, meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan publik, dalam
mewujudkan kerangka yang cocok bagi partisipasi, perlu dipertimbangkan
beberapa aspek, yaitu :
a. partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan jaringan civil society (inisiatif asosiasi
b. partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society sebagai service provider
c.
local kultur pemerintah (misalnya Neighborhood Service Department di
USA, atau Better Management Transparent Budget di New Zealand)
d. faktor-faktor lainnya, seoerti transparansi, substansi proses terbuka dan konsentrasi pada kompetisi.
Partisipasi adalah prinsip bahwa
setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di
setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak
langsung.
Transparansi bermakna tersedianya
informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik,
dan proses pembentukannya. Dengan ketersediaan informasi seperti ini
masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang
muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat serta
mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya akan
menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak
proporsional.
Pendapat yang mengatakan bahwa
partisipasi dapat dilihat melalui keterlibatan anggota-anggota
masyarakat di dalam Pemilu saja, jelas merupakan pendapat yang kurang
lengkap. Masih banyak pola perilaku informal yang dapat dijadikan
patokan dalam menilai tingkat partisipasi dalam suatu masyarakat. Jika
orang bersedia menilai proses politik secara netral maka bentuk-bentuk
perilaku massa berupa protes, aksi pamflet, ataupun pemogokan,
sebenarnya juga termasuk partisipasi. Tindakan protes atau mogok, boleh
jadi merupakan luapan dari tuntutan massa akibat saluran-saluran
aspirasi yang sebelumnya ada telah berkembang. Protes yang disertai
aksi-aksi kekerasan terkadang semata-mata disebabkan oleh keputusasaan,
kegusaran, dan terpendamnya konflik internal.
Suatu kebijakan mungkin pada
dasarnya bertujuan mulia karena jelas-jelas akan bermanfaat untuk
kepentingan umum. Namun seiring dilaksanakannya kebijakan tersebut dalam
sistem birokrasi yang berjenjang seringkali terjadi pergeseran dan
penyimpangan arah kebijakan tadi.
Bagaimanapun jika para birokrat
tidak ingin kehilangan wibawanya dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan
publik, para birokrat harus senantiasa memperhatikan aspirasi-aspirasi
masyarakat dan mendukung partisipasi seluruh unsur kemasyarakatan secara
wajar. Setidak-tidaknya ada 2 alasan mengapa sistem partisipatoris
dibutuhkan dalam negara demokratis. Pertama, ialah bahwa sesungguhnya
rakyat sendirilah yang paling paham mengenai kebutuhannya. Dan kedua,
bermula dari kenyataan bahwa pemerintahan yang modern cenderung semakin
luas dan kompleks, birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Oleh
sebab itu, untuk menghindari alienasi warga negara, para warga negara
itu harus dirangsang dan dibantu dalam membina hubungan dengan aparat
pemerintah.
Dalam rangka penguatan partisipasi publik, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah :
a. mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh publik
b.
menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan mengumpulkan
masukan-masukan dari stakeholders termasuk aktivitas warga negara dalam
kegiatan publik,
c.
mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa layanan publik
seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan bagi kegiatan
masyarakat dan layanan publik.
Partisipasi masyarakat merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga
nantinya seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan
yang sama untuk menuntut atau mendapatkan bagian yang adil dari manfaat
pembangunan.
Sumber:
Dra.Loina
Lalolo Krina P., Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas,
Transparansi & Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta – 2003