A. DASAR PEMIKIRAN
(1) Kota mempunyai luas yang tertentu dan terbatas
Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat
akseleratif untuk untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan,
ter-masuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering
meng-ubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga menyita
lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua
hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai
lahan cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan alat dan
pertambah-an jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari
peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan
pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidak nyamanan di lingkungan
perkota-an. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat
diperlukan RTH sebagai suatu teknik bioengineering dan bentukan
biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan.
(2) Tata ruang kota penting dalam usaha untuk efisiensi sumberdaya
kota dan juga efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun
sumberdaya lainnya.
Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini
mem-punyai berbagai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya.
Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem jaringan utilitas
merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam perkembangan
selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan
utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan
pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk
kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.
(3) RTH perkotaan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi
Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi ekologis,
sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya
(obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam meningkatkan kualitas
lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi juga dapat
menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang
fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal,
pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi
pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya. Karakter ekologis,
kondisi dan ke-inginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan dan
perkembangan kota merupakan determinan utama dalam menentukan besaran
RTH fungsi-onal ini.
(4) Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan.
Pengendalian pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara
proporsional dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan
fungsi-fungsi lingkungan.
(5) Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan
ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan
rancangannya.
B. KONSEP RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)
Definisi dan Pengertian Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka
(open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman,
dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung
dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut
yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah
perkotaan tersebut.
Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi:
a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan
b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman,
Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya, RTH diklasi-fikasi menjadi:
a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan
b) bentuk RTH jalur (koridor, linear),
Berdasarkan penggunaan lahan RTH atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi:
a) RTH kawasan perdagangan,
b) RTH kawasan perindustrian,
c) RTH kawasan permukiman,
d) RTH kawasan per-tanian, dan
e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah.
Berdasarkan status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi:
a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh peme-rintah (pusat, daerah), dan
b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.
Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH)
RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama
(intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik)
yaitu fungsi arsitek-tural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu
wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai
dengan kebutuhan, kepenting-an, dan keberlanjutan kota.
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota
secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran,
dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk
per-lindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun
jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial,
ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai
kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi
dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk
ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam
pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan
untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar),
keingin-an dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat
intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati.
Pola dan Struktur Fungsional
Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan
fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen
pemben-tuknya.
Pola RTH terdiri dari:
a) RTH struktural,
b) RTH non struktural
RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan
fungsi-onal antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki
plano-logis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh
fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi.
Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani
kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan
seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota
(urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman
lingkungan, taman ke-camatan, taman kota, taman regional, dst). RTH non
struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional
antar komponen pem-bentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki
planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi
ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak
berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh
konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH
kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH
sempadan danau, RTH pesisir.
Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat
dibangun dengan mengintegrasikan dua pola RTH ini berdasarkan bobot
tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota
lembah, kota pegunungan, kota pantai, kota pulau, dll) sehingga
dihasilkan suatu pola RTH struktural.
Elemen Pengisi RTH
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah
diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan
peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota,
kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki
permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada
rencana dan rancangan RTH yang berbeda.
Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat
dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman
dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam
men-seleksi jenis-jenis yang akan ditanam.
Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:
a) Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota
b) Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar)
c) Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme)
d) Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang
e) Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural
f) Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota
g) Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat
h) Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal
i) Keanekaragaman hayati
Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan
tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah
kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut,
yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman
hayati wilayahnya dan juga nasional.
Teknis Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu
wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu
a) Luas
RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan di-tentukan
secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:
1) Kapasitas atau daya dukung alami wilayah
2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pela-yanan lainnya)
3) Arah dan tujuan pembangunan kota
RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang ber-lokasi,
berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan RTH
privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran
sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH
pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai
dan kualitas lingkungan dan kultural kota.
b) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH
c) Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi)
d) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.
C. ISSUE RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)
Tiga issues utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH adalah
a) Dampak
negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota tersebut tidak
memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak
fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan
selan-jutnya menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi
lahan) terjadi terutama dalam bentuk/kejadian:
1) Menurunkan
kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah
(pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota
meningkat, dll)
2) Menurunkan keamanan kota
3) Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi
4) Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan masyarakat secara fisik dn psikis)
b) Lemahnya lembaga pengelola RTH
1) Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat
2) Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH
3) Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH
4) Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas
c) Lemahnya peran stake holders
1) Lemahnya persepsi masyarakat
2) Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah
d) Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH
1) Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH fungsional
D. ACTION PLAN
Pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah perkotaan harus menjadi
substansi yang terakomodasi secara hierarkial dalam perundangan dan
peraturan serta pedoman di tingkat nasional dan daerah/kota. Untuk
tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, permasalahan RTH
menjadi bagian organik dalam Ren-cana Tata Ruang Wilayah dan subwilayah
yang diperkuat oleh peraturan daerah.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan dan pengelolaan RTH juga mengikut
sertakan masyarakat untuk meningkatkan apresiasi dan kepedulian mereka
terha-dap, terutama, kualitas lingkungan alami perkotaan, yang cenderung
menurun.
Beberapa action plan yang dapat dilaksanakan, a.l.:
(1) Issues : Suboptimalisasi RTH
Action plan yang disarankan:
a) Penyusunan kebutuhan luas minimal/ideal RTH sesuai tipologi kota
b) Penyusunan indikator dan tolak ukur keberhasilan RTH suatu kota
c) Rekomendasi
penggunaan jenis-jenis tanaman dan vegetasi endemik serta jenis-jenis
unggulan daerah untuk penciri wilayah dan untuk me-ningkatkan keaneka
ragaman hayati secara nasional
(2) Issues : Lemahnya kelembagaan pengelola RTH
Action plan yang disarankan:
a) Revisi dan penyusunan payung hukum dan perundangan (UU, PP, dll)
b) Revisi dan penyusunan RDTR, RTRTH, UDGL, dll
c) Penyusunan Pedoman Umum : Pembangunan RTH, Pengelolaan RTH
d) Penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif
e) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat
(3) Issues : Lemahnya peran stake holders
Action plan yang disarankan:
a) Pencanangan
Gerakan Bangun, Pelihara, dan Kelola RTH (contoh Gerakan Sejuta Pohon,
Hijau royo-royo, Satu pohon satu jiwa, Rumah dan Pohonku, Sekolah Hijau,
Koridor Hijau dan Sehat, dll)
b) Penyuluhan dan pendidikan melalui berbagai media
c) Penegasan model kerjasama antar stake holders
d) Perlombaan
antar kota, antar wilayah, antar subwilayah untuk mening-katkan
apresiasi, partisipasi, dan responsibility terhadap ketersediaan tanaman
dan terhadap kualitas lingkungan kota yang sehat dan indah
(4) Issues : Keterbatasan lahan perkotaan untuk peruntukan RTH
Action plan yang disarankan:
a) Peningkatan fungsi lahan terbuka kota menjadi RTH
b) Peningkatan luas RTH privat
c) Pilot project RTH fungsional untuk lahan-lahan sempit, lahan-lahan marjinal, dan lahan-lahan yang diabaikan
Bagan Lanjutan:
Model Pembangunan dan Pengelolaan RTH Kota di Wilayah Perkotaan dan Bagan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan
Model Pembangunan dan Pengelolaan RTH Kota di Wilayah Perkotaan (Klik untuk Perbesar Gambar) |
Bagan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan
Bagan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan (Klik untuk Perbesar Gambar) |
Sumber:
Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem Rth Di Perkotaan Dalam rangkaian
acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum (Lab. Perencanaan Lanskap Departemen
Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian – IPB - 30 November 2005)