Luhst (1997) menyebutkan bahwa kualitas
kehidupan yang berupa kenyamanan, keamanan dari suatu rumah tinggal
sangat ditentukan oleh lokasinya, dalam arti daya tarik dari suatu
lokasi ditentukan oleh dua hal yaitu lingkungan dan aksesibilitas.
Lingkungan oleh Luhst
didefenisikan sebagai suatu wilayah yang secara geografis dibatasi
dengan batas nyata, dan biasanya dihuni oleh kelompok penduduk.
Lingkungan mengandung unsur-unsur fisik dan sosial yang menimbulkan
kegiatan dan kesibukan dalam kehidupan sehari-hari. Unsur-unsur tersebut
berupa gedung-gedung sekolah, bangunan pertokoan, pasar, daerah terbuka
untuk rekreasi, jalan mobil dan sebagainya.
Aksesibilitas merupakan daya
tarik suatu lokasi dikarenakan akan memperoleh kemudahan dalam
pencapaiannya dari berbagai pusat kegiatan seperti pusat perdagangan,
pusat pendidikan, daerah industri, jasa pelayanan perbankan, tempat
rekreasi, pelayanan pemerintahan, jasa profesional dan bahkan merupakan
perpaduan antara semua kegiatan tersebut. Penilaian dari aksesibilitas
bisa berupa jarak dari Central Business Distrik atau CBD, kemudahan
mendapat pelayanan dari transportasi umum yang menuju lokasi
bersangkutan atau bisa juga dilihat dari lebar jalan yaitu semakin
sempit lebar jalan suatu lahan, maka berarti aksesibilitas dari tempat
yang bersangkutan kurang baik.
Pertimbangan lain yang sangat
menentukan pemilihan lokasi perumahan adalah nilai tanah, seperti
diungkapkan oleh Richard M Hurds dalam Haikal Ali (1996) dengan teori
Bid-rent yang menyatakan bahwa nilai lahan sangat tergantung pada
kemauan dan kemampuan untuk membayar karena faktor ekonomi dan keinginan
tinggal di lokasi dan kedekatan.
Teori ini muncul karena semakin
mahalnya harga lahan di perkotaan, untuk mendapatkan harga lahan yang
murah maka penduduk bergerak kearah pinggiran kota. Dengan kata lain
seamakin jauh lokasinya dari pusat kota, semakin menurun permintaan akan
tanah. Dan apabila tanah banyak, maka sewa yang ditawarkan orang untuk
membayar tanah per meter bujur sangkarnya menurun mengikuti jaraknya
dari pusat kota. Dengan demikian tanah dipinggiran luar kota,
persaingannya berkurang dan harga yang ditawarkan untuk tanah perumahan
lebih tinggi harganya dibandingkan tanah tersebut ditawarkan untuk
pendirian toko, karena tanah dipinggiran kota lebih banyak diperuntukan
bagi perumahan.
Berry dan Harton dalam Nasucha
(1995) menjelaskan hubungan antara harga tanah dengan pencapaian atau
aksesibilitas yang diukur dengan jarak dari pusat kota. Pencapaian atau
akses akan semakin menurun secara bertahap kesemua arah dari pusat kota,
sehingga harga tanah akan semakin berkurang seiring dengan makin
jauhnya lokasi tersebut terhadap pusat kota. Tanah yang berada di
sepanjang jalan utama harga sewanya akan lebih tinggi dibandingkan
dengan harga sewa tanah yang tidak berada di jalan utama.
Hubungan Sewa Tanah dengan Tata Guna Lahan (Berry dan Harton) |
Goodall (1972) menyebutkan bahwa beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh suatu keluarga dalam memilih sebuah rumah yaitu :
a) suasana kehidupan di lingkungan
b) lokasi perumahan
c) keadaan fisik rumah
d) kelengkapan fasilitas rumah
e) nilai prestisius
f) harga rumah
g) pendapatan keluarga
Suharsono (Wonosuprojo dkk, 1995)
mengemukakan yang perlu diperhatikan dalam menentukan lokasi permukiman
dari sudut geomorfologi adalah :
a) relief, meliputi kemiringan dan besar sudut lereng,
b) tanah, meliputi daya dukung tanah dan tekstur,
c) proses geomorfologi, meliputi tingkat erosi, kenampakan gerakan masa kedalam saluran dan kerapatan aliran.
d) batuan, meliputi tingkat kelapukan batuan dan kekuatan batuan,
e) hidrologi, meliputi kedalaman air tanah pada sumur gali,
f) klimatologi, meliputi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara relatif, kecepatan dan arah mata angin,
g) penggunaan lahan,
h) jaringanan jalan dan jembatan, saluran pembuangan limbah, dan drainase,
i) kependudukan dan sosial ekonomi.
Prayogo Mirhard (Wonosuprojo dkk,
1993) membahas tentang pengadaan perumahan bagi berbagai tingkat
pendapatan dan penentuan lokasi permukiman yang baik perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a) Aspek Teknis Pelaksanaan
1) Mudah mengerjakannya dalam arti tidak banyak pekerjaan gali dan urug, pembongkaran tonggak kayu, dan sebagainya.
2) Bukan daerah banjir, gempa, angin ribut, perayapan
3) Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti
4) Kondisi tanah baik, sehingga konstruksi bangunan direncanakan semurah mungkin
5) Mudah mendapat air bersih, listrik, pembuangan air limbah/ kotoran/ hujan
6) Mudah mendapat bahan bangunan
7) Mudah mendapat tenaga kerja
b) Aspek Tata Guna Tanah
1) Tanah secara ekonomis lebih sukar dikembangkan secara produktif
2) Tidak merusak lingkungan yang telah ada, bahkan kalau dapat memperbaikinya
3) Sejauh mungkin mempertahankan fungsi sebagai reservoir air tanah,dan penampung air hujan.
c) Aspek Kesehatan
1) Lokasi sebaiknya jauh dari lokasi pabrik yang dapat mendatangkan polusi
2) Lokasi sebaiknya tidak terlalu terganggu kebisingan
3) Lokasi
sebaiknya dipilih yang mudah untuk mendapatkan air minum, listrik,
sekolah, puskesmas dan lainnya untuk kepentingan keluarga
4) Lokasi sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja penghuni
d) Aspek Politik Ekonomis
1) Menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitarnya
2) Dapat merupakan suatu contoh bagi masyarakat disekitarnya untuk membangun rumah dan lingkungan yang sehat
3) Mudah menjualnya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan mendapat keuntungan yang wajar.
Dasra (1995) mengatakan bahwa faktor-faktor dominan dalam penentuan lokasi perumahan adalah :
a) Arah perkembangan kota, dengan faktor penentu adalah keadaan fisik kota (seperti adanya sungai, topografi tanak dsb)
b) Ketersediaan lahan dan harga tanah
Tersedianya lahan yang belum terbangun, semakin mahal harga tanah maka biaya unit satuan perumahan akan semakin tinggi.
c) Kondisi sosial budaya
Kecenderungan perkembangan penduduk (kepadatan, jumlah dan pertumbuhan penduduk) menentukan kebutuhan akan rumah.
d) Aksesibilitas
Tersedianya sarana transportasi, baik skala lokal maupun regional.
e) Transportasi dan utilitas
Tersedianya pola jaringan jalan, jariingan listrik, jaringan telepon, jaringan drainase serta jaringan air bersih.
Koestoer (1997) lebih menekankan
pada faktor aksesibilitas sebagai pengaruh utama dalam memilih lokasi
tempat tinggal yaitu kemudahan transportasi dan kedekatan jarak.
Koestoer berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara
ketersediaan angkutan umum lokal dengan pertumbuhan lokasi tempat
tinggal, adanya pelayanan angkutan umum menyebabkan kemudahan dalam
mencapai lokasi tempat tinggal yang berada di daerah pinggiran kota,
sehingga semakin baik pelayanan transportasi akan mempengaruhi
pertumbuhan suatu lingkungan permukiman.
Yeri (2004) mengatakan faktor
lokasi menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan perumahan. Faktor
lain yang dipertimbangkan oleh konsumen adalah aspek lingkungan, fisik
rumah, fungsi rumah dan kedekatan dengan berbagai fasilitas perkotaan
lainnya. Selain itu kondisi lingkungan yang asri, udara segar,
ketersediaan air bersih, kenyamanan dan kondisi lingkungan yang aman
akan menajdi pertimbangan konsumen.
Daftar Pustaka:
Asteriani,
Febby (2005). “Analisis Peringkat Faktor-Faktor Pemilihan Lokasi Ruko
Dari Sudut Pandang Pengguna dan Pengembang Ruko Di Kota Pekanbaru”.
Tesis S-2 MPKD, UGM, Yogyakarta.
Haikal
Ali,(1996). “Kajian Kebijaksanaan Pemerintah Kota Administratif Klaten
Dalam Penentuan Lokasi Perumahan”. Tesis S-2 MPKD, UGM, Yogyakarta.
Nasucha,Chaizi.(1995). Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan Atas Tanah. Kesaint Blanc, Jakarta.
Koestoer, (2001). Tapak Keruangan Perkotaan. UI Press, Jakarta.
Luhst,K.M.,(1997). Real Estate Valuation. Principles Aplication, USA.
Worosuprojo,
S. Risyanto, B R., Budi, S., (1993). “Kesesuaian Lahan Untuk Pemukiman
di Kecamatan Galur dan Kecamatan Lendah di Dati II Kulon Progo Propinsi
DIY”. Fakultas Geografi, UGM, Yogyakarta.