Pengaruh Perkembangan Pasar Terhadap Kawasan
Penduduk sebagai salah satu 
komponen dalam system wilayah atau kawasan. Perkembangan wilayah 
tergantung dari kegiatan sosial ekonomi penduduk suatu wilayah, yang 
kegiatan itu sendiri ditentukan oleh permintaan barang dan jasa. 
Sehingga kegiatan ekonomi erat kaitannya untuk mempertemukan permintaan 
dan penawaran, dan tempat kegiatannya dapat di jumpai dalam bentuk fisik
 yang disebut pasar.
Pada awalnya, kegiatan pasar 
dilaksanakan hanya seminggu sekali. Sebutan nama pasar seperti Pasar 
Senen, Pasar Rebo, Pasar Kemis, Pasar Jum’at, Pasar Minggu, menunjukkan 
bahwa semula kegiatannya hanya seminggu sekali, dan tentu saja the 
origin of pasar ini bersifat tradisional dengan ciri-ciri sebagai 
berikut: jual-beli barang kebutuhan primer dan sekunder, tempat usahanya
 berupa kios, warung, los, tenda, gerai, dan lapak, yang 
dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dengan skala kecil, modal yang 
kecil, dan dengan proses jual-beli barang dagangan melalui tawar 
menawar.
Beberapa situasi di Pasar Tradisional
Kondisi
 penduduk yang tidak tersebar secara merata, membuat para pelaku 
kegiatan perdagangan mencari lokasi untuk kegiatan usahanya. Hal ini 
mendorong pengelompokan kegiatan pada tempat-tempat tertentu. Pada suatu
 wilayah/kawasan yang kondisi sosial ekonomi penduduknya baik, maka akan
 semakin banyak pasar dan membawa perkembangan, dan tentunya menarik 
penduduk baru. Dalam ilmu ekonomi wilayah (regional economy) hal ini 
sering dijelaskan dengan teori pertumbuhan kegiatan ekonomi yang 
akumulatif.
Adanya mekanisme pasar tersebut 
cenderung menguntungkan kawasan yang menjadi tempat pengelompokan 
kegiatan perdagangan tersebut. Proses ini apabila berlangsung terus 
dapat menyebabkan kawasan yang baik makin berkembang, sedangkan yang 
kurang baik makin ketinggalan.
Dalam pengembangan wilayah harus 
diupayakan agar kemajuan suatu kawasan tidak mengakibatkan kemunduran 
kawasan yang lainnya. sehingga secara totally wilayah berkembang secara 
optimal (pareto optima) yang dicirikan dengan terjadinya keselarasan dan
 keseimbangan antar kawasan, koordinasi antar kegiatan serta keserasian 
antar sektor.
Di samping mekanisme pasar, 
faktor yang mempengaruhi persebaran kegiatan sosial ekonomi adalah 
faktor lokasi/ruang. Kawasan yang letaknya berdekatan dengan pusat-pusat
 pertumbuhan dan kemudahan transportasi berimbas pada pertumbuhan. 
Sementara itu kebijakan Pemerintah seperti penentuan lokasi pusat 
perdagangan (pasar), kegiatan produksi, kebijakan ekspor-impor, 
kebijakan fiskal dan moneter sangat mempengaruhi perkembangan suatu 
wilayah.
Dualisme Pasar Modern Vs Pasar Tradisional
Mekanisme
 pasar ternyata menimbulkan dualisme kegiatan ekonomi khususnya 
perdagangan yang selanjutnya akan menunjuk pula pada dualisme 
aspek-aspek lainnya seperti, distribusi penggunaan lahan, kondisi 
lingkungan, dan sosial budaya. Pada kegiatan perdagangan biasanya muncul
 kelompok superior yang mendominasi kelompok inferior. Muncul pasar/toko
 modern di tengah keberadaan pasar-pasar tradisional.
Dualisme (dualism) berasal dari 
terminologi Regional Economy yakni terjadinya coexistency (hadir secara 
bersamaan) dalam suatu waktu atau dalam suatu wilayah yang sama dari 
situasi atau kondisi. Biasanya yang satu dikehendaki yang lainnya tidak 
atau yang satu merupakan komponen superior, yang lainnya inferior, yang 
kedua-duanya eksklusif/ penting bagi kelompok masyarakat yang 
berbeda-beda. Misalnya sektor ekonomi modern dengan sektor ekonomi 
tradisional, aktifitas perdagangan formal dengan perdagangan informal, 
gaya hidup kontemporer dengan tradisional, yang menunjukkan pada 
dualisme aspek-aspek lainnya (fisik, lingkungan, guna lahan, sosial 
budaya, dan sebagainya). Dualisme (pasar modern vs pasar tradisional) 
ini, salah satu akibat dalam perkembangan wilayah perdagangan Adanya 
perbedaan dalam pengelolaan dan pengaturan pertanahan atau pengaturan 
zonasi seringkali tidak terhitungkan dalam penyediaan ruang (pola ruang)
 yang direncanakan yang akhirnya menimbulkan friksi serta sikap pro dan 
kontra terhadap kehadirannya.
Fenomena diatas membuat kita 
memperhitungkan pengembangan suatu wilayah dari masa perencanaannya agar
 co-exsistency dari kedua situasi ini tidak bersifat opposite atau 
antagonist, melainkan bersifat complementary atau interdependency. 
Karena itu diperlukan intervensi Pemerintah yang dituangkan dalam 
berbagai kebijakan seperti kebijakan penataan ruang, peraturan zonasi, 
rencana pembangunan sektor-sektor produksi, pengaturan sarana prasarana 
ekonomi (termasuk pengaturan fungsi dan penetapan lokasi pasar), 
perizinan, fiskal dan moneter, dan sebagainya.
Kebijakan di bidang penataan 
ruang dimaksudkan agar terjadi keseimbangan, keselarasan dan keterpaduan
 antar wilayah kawasan. Dalam menetapkan kebijakan pembangunan sarana 
prasarana ekonomi, Pemerintah telah mengeluarkan PP No.112 tahun 2007 
tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
 Toko Modern.
Sebagai penjabarannya dari aspek 
penataan ruang diperlukan juknis Penetapan Fungsi Dan Lokasi Pasar 
Tradisional Dan Toko Modern yang memberikan arahan operasional atau 
petunjuk teknis mengenai pembangunan pasar tradisional dan toko modern 
yang sesuai rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci tata ruang 
kawasan, peraturan zonasi, rencana tata bangunan dan lingkungan.
Beberapa Isu Utama
Perkembangan
 pasar tradisional semakin terdesak oleh perkembangan pasar modern dalam
 bentuk pusat-pusat perbelanjaan/perdagangan (hypermarket, supermarket, 
department store, mall, minimarket, dsb) baik yang melayani perkulakan, 
grosiran, maupun retail. Tabel 1 berikut ini menunjukkan perkembangan 
penjualan perusahaan retail dan perkembangan outlet perusahaan retail 
tahun 2007. Meski tidak diperoleh data mutahir, dapat dipastikan selama 
tiga tahun terakhir ini perkembangannya meningkat tajam dengan rata-rata
 pertumbuhan 30 % pertahun. ) peningkatan jumlah outlet hypermarket dan 
supermarket cukup tajam (Tabel 2), dengan persebaran supermarket sebagai
 berikut: Jakarta 38,6 %, Surabaya 11,8%, Bandung 11,6 %, Botabek 10,2 
%, Medan 6,5 %, Semarang 4,4 %, Makasar 4,3 %, Palembang 3,5 %, Denpasar
 3,1 %, Yogyakarta 2,9 %, Padang 1,6 %, dan Solo 1,5 % (AC Nielsen, 
2004). Tujuh tahun yang lalu hampir semua supermarket berada di 
Jabotabek, namun sekarang hanya 50 % karena pembangunan supermarket 
meluas ke pulau-pulau lainnya, ke secondary cities dan tertiary cities 
bahkan kawasan perdesaan yang cukup luas di Pulau Jawa. Pada tahun 2010 
supermarket melayani lebih dari 50 % food retail Indonesia. Selama 
dekade 2003 – 2005 jumlah minimarket (yang dimiliki pengelola jaringan) 
meningkat tajam (Tabel 3) dan melakukan penetrasi ke kawasan/blok-blok 
permukiman. Di balik itu semua perkembangan pasar tradisional mengalami 
stagnasi, bahkan berdasarkan hasil kajian AC Nielsen teridentifikasi 
bahwa peranan pasar tradisional menurun 2,0 % setiap tahunnya (Tabel 4) 
(AC Nielsen, 2005). Isu lainnya adalah penerapan berbagai macam syarat 
perdagangan oleh retail modern yang memberatkan pemasok barang.
Tabel 1. Peningkatan Jumlah Outlet Pasar Modern Di Indonesia 1997 s/d 2003
| 
Pasar/Toko Modern | 
1997 | 
1998 | 
1999 | 
2000 | 
2001 | 
2002 | 
2003 | 
| 
Hypermarket | 
442 | 
346 | 
448 | 
492 | 
730 | 
858 | 
872 | 
| 
Supermarket | 
282 | 
285 | 
316 | 
501 | 
538 | 
573 | 
598 | 
Sumber: FAO 2006
Tabel 2. Jumlah Pusat Perdagangan Di Indonesia 2003 s/d 2005
| 
Pusat Perdagangan | 
2003 | 
2004 | 
2005 | 
| 
Hypermarket | 
43 | 
68 | 
83 | 
| 
Pasar Perkulakan | 
24 | 
22 | 
23 | 
| 
Supermarket | 
896 | 
956 | 
961 | 
| 
Minimarket | 
4.038 | 
5.604 | 
6.272 | 
| 
Convenience Store | 
102 | 
154 | 
131 | 
| 
Toko Tradisional | 
1.745.589 | 
1.745.589 | 
1.874.472 | 
Sumber: AC Nielsen (2005)
Tabel 3. Estimate: 2% per year Drop in market share of Traditional Retail
| 
Pasar/Toko Modern  
dan  
Pasar tradisional | 
2000 | 
2001 | 
2002 | 
2003 | 
2004 | 
| 
Minimarket | 
3,6% | 
4,7% | 
5,0% | 
5,4% | 
7,6% | 
| 
Supermarket | 
18,0% | 
20,3% | 
20,4% | 
21,1% | 
22,0% | 
| 
Pasar Tradisional | 
78,3% | 
74,9% | 
74,6% | 
73,4% | 
70,5% | 
| 
Total | 
100% | 
100% | 
100% | 
100% | 
100% | 
Sumber: AC Nielsen (2005)
Salah satu kemunduran dari pasar tradisional karena adanya persaingan aspek yang tidak seimbang. Seperti terlihat pada Tabel 4 (Jenis Pasar Dan Skala Pelayanannya),
 pasar tradisional bermodal kecil, skala kecil, manajemen sederhana, 
harus bersaing pada kegiatan retail dengan toko modern, mini market, 
mall, plaza, pusat perdagangan/perbelanjaan, departement store, 
supermarket, hypermarket. Sementara tidak ada perbedaan segmen antara 
pasar modern dengan pasar tradisional. Tentu saja konsumen cenderung 
berbelanja ke tempat yang bersih, sehat, aman, nyaman, bahkan harganya 
lebih murah daripada membeli di pasar tradisional yang mempunyai kesan 
semerawut, gerah, becek, bau got, banyak copet, tapi akrab bergaul dan 
bisa bernostalgia. Namun bagaimanapun ada juga yang sudah cukup berhasil
 seperti misalnya pasar tempo doeloe, Pasar Pagi dan Pasar Tanah Abang 
di Jakarta, Pasar Bringhardjo di Yogya, Pasar Klewer di Solo, Pasar 
Tunjungan di Surabaya, Pasar Sukowati di Bali, dll.
Sebenarnya masih banyak pasar 
tradisional yang dapat ditingkatkan daya saingnya, misalnya dengan 
sedikit sentuhan gaya arsitektur tradisional, promosi barang-barang 
souvenir, keramah-tamahan pramuniaga, kekhasan dialek setempat, 
kandungan komponen lokal, panggung kesenian lokal, kearifan lokal, dan 
sebagainya. Contoh pasar tradisional yang mempunyai potensi seperti ini 
adalah pasar tradisional di Bukit tinggi, Pasar Apung di Sungai Mahakam 
Kalimantan Selatan, Pasar Gembrong di Bogor Jawa Barat (kalau masih 
ada), Pasar Jalanan di Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Pasar Ular di 
Jakarta Utara, Pasar Seni (Barang-barang Antik) di Jln. Surabaya 
Jakarta, Pasar Kaget. Barangkali lebih tepat bila pengembangan pasar 
tradisional ini diimplementasikan melalui pendekatan (berbasis) pusat 
budaya atau cagar budaya. Kita tunggu saja bagaimana nanti Pemda dapat 
menyiasati hal ini. Yang jelas, pembinaan pasar tradisional tidak 
mungkin berhasil bila dilakukan sendiri, harus dilaksanakan secara 
terintegrasi dan komperhensif dengan pembinaan pasar modern, dengan 
pembinaan sektor lainnya khususnya kebudayaan dan kepariwisataan.
Tabel 4. Jenis Pasar Dan Skala Pelayanannya
| 
Jenis Pasar | 
Skala Wilayah (Grosir) | 
Skala Internal Perkotaan (Retail) | 
| 
Pasar Modern 
(Manajemen modern,   Teknologi Modern, Harga Pasti, Pelayanan Mandiri) | 
- Perkulakan Besar 
- Perkulakan Sedang 
- Perkulakan Kecil | 
- Hypermarket (>6000 m2) 
- Supermarket /Dept. Store (200-6000 m2) 
- Mini Market (< 200m2) 
- Mall/ Plaza/ Pusat Perdagangan (Skala Besar) 
- Toko | 
| 
Pasar Tradisional 
(Skala Kecil, Modal Kecil,   Tawar Menawar) | 
- Pasar Tradisional Skala Kecil (Toko, Kios, Los, Lapak,   Tenda) 
- Pasar Tradisional Skala Sedang | 
Bagaimana Kebijakan Pemerintah?
Lantas
 bagaimana kebijakan Pemerintah dalam upaya pemberdayaan pasar 
tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling 
membutuhkan/memerlukan, saling memperkuat dan simbiosis mutualistis; 
memberikan pedoman bagi penyelenggara pasar tradisional, pusat 
perbelanjaan, dan toko modern; memberikan norma-norma keadilan, saling 
menguntungkan dan tanpa tekanan dalam hubungan antara pemasok barang 
dengan toko modern, serta bagaimana pengembangan kemitraan dengan UK 
(Usaha Kecil), sehingga tercipta tertib persaingan dan keseimbangan 
kepentingan produsen, pemasok, took modern, dan konsumen.
Upaya mengimplementasikan 
kebijakan dimulai dengan merevisi beberapa peraturan perundang-undangan 
yang dianggap sudah kadaluwarsa, diantaranya adalah, Perpres No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern
 sebagai pengganti Perpres No. 118/2000 yang berisi non pembatasan 
ritail kepemilikan asing (skala besar); Permen Perdag No. 
53/MDAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar 
Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern; Permendagri No. 42 
tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa, dan Kepmen Kesehatan No. 
519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat.
Beberapa hal penting yang diatur dalam PP No.112 tahun 2007 dan PermenDag. No. 53/MDAG/PER/12/2008 tersebut yakni:
1)    Batas luas lantai penjualan toko modern: 
a)    minimarket < 400 m2, 
b)    supermarket 400 m2 s/d 5.000 m2, 
c)    hypermarket di atas 5.000 m2, 
d)    department store di atas 400 M2, 
e)    perkulakan di atas 5.000 M2.
2)    Pengaturan lokasi:
a)    Perkulakan: hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder.
b)    Hypermarket
 dan Pusat Perbelanjaan, hanya boleh berlokasi pada atau pada akses 
sistem jaringan jalan arteri atau kolektor, dan tidak boleh berada pada 
kawasan pelayanan lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam 
kota/perkotaan. 
c)    Supermarket
 dan Departement Store: Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan
 lingkungan; dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan 
(perumahan) di dalam kota. 
d)    Pasar Tradisional: boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan.
3)    Perizinan:
a)    Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T) untuk Pasar Tradisional, 
b)    Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk pertokoan, mall, plaza, dan pusat perdagangan, 
c)    Izin
 Usaha Toko Modern (IUTM) untuk minimarket, supermarket, department 
store, hypermarket & perkulakan Kelengkapan Permintaan IUP2T, IUPP, 
dsan IUTM: Studi Kelayakan termasuk AMDAL serta Rencana Kemitraan dengan
 UK (Usaha Kecil). 
d)    IUP2T,
 IUPP dan IUTM diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk 
Pemprov DKI Jakarta. Pedoman Tata-cara Perizinan ditetapkan oleh Menteri
 Perdagangan.
4)    Pembinaan dan Pengawasan
Pemerintah
 dan Pemerintah Daerah baik secara sendiri0sendiri maupun bersama-sama 
sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing melakukan pembinan dan 
pengawasan Pasar dan Toko Modern.
5)    Pemberdayaan
a)    Pasar Tradisional
Mengupayakan
 sumber-sumber alternative pendanaan untuk pemberdayaan, meningkatkan 
kompetensi pedagang dan pengelola, memprioritaskan kesempatan memperoleh
 tempat usaha bagi pedagang pasar tradisional yang telah ada sebelum 
dilakukan renovasi atau relokasi, serta mengevaluasi pengelolaan. 
b)    Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern 
Memberdayakan pusat perbelanjaan dan took modern dalam membina pasar tradisional, serta mengawasi pelaksanaan kemitraan.
Sayang sekali kedua peraturan 
perundang-undangan tersebut belum sepenuhnya disosialisasikan kepada 
masyarakat, apalagi diemplementasikan.
Tanggapan Aspek Penataan Ruang
Pasar
 merupakan salah satu unsur pembentuk ruang atau implementasi dari 
pemanfaatan ruang. Karena itu dalam proses pembangunannya harus mengacu 
kepada rencana tata ruangnya. Rencana tata ruang pada hakikatnya wujud 
struktur ruang dan pola ruang yang diinginkan atau yang direncanakan.
Pembangunan Pasar Tradisional dan
 Pasar Modern harus mengacu kepada rencana tata ruang dari wilayah 
dimana pasar tersebut akan dibangun, dengan kata lain pembangunannya 
diorientasikan dalam rangka mendukung stuktur ruang dan pola ruang yang 
direncanakan. Oleh karena itu sebelum melakukan penilaian (assessment) 
dan persetujuan (approvement) terhadap usulan pembangunan Pasar Modern 
maupun Pasar Tradisional, terlebih dahulu harus dilakukan identifikasi 
rencana pola ruang yang termuat di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah 
(RTRW) dan Rencana Rinci Tata Ruangnya atau Rencana Detail Tata Ruangnya
 (RDTR-nya). Rencana Tata Ruang mana yang akan diacu sangat tergantung 
pada lokasi, besaran, fungsi/skala-pelayanan dari pasar yang akan 
dibangunnya, Gambar berikut memperlihatkan hirarki rencana tata ruang.
-----------
Selanjutnya: Penentuan Hirarki Pasar Tradisional Dan Pasar Modern
Sumber:
Ir.H.M. Djumantri, MSi, Buletin Tata Ruang, Juli-Agustus 2010 (Edisi: Ruang Untuk Semua) 
 


