Penduduk perkotaan di indonesia tumbuh
dengan pesat antar tahun 1980 - 1990 laju pertumbuhan rata-rata
penduduk perkotaan adalah 5,36% per tahun. Pertumbuhan penduduk meliputi
3 komponen:
1. Pertumbuhan alamiah
2. perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi)
3. Adanya akibat dari perubahan wilayah pedesaan menjadi wilayah perkotaan (Akbar Tanjung 1996).
Akibat pertumbuhan tersebut,
maka kota memerlukan tambahan ruang yang menyebabkan adanya perubahan
dalam pemanfaatan ruang dan tanah dari suatu pemanfaatn tertentu ke
pemanfaatan lainnya yang memiliki nilai ekonomis atau nilai budaya yang
lebih tinggi, perubahan diatas sering disertai dengan adanya pergeseran
pemukiman. Pergeseran pemukiman dapat dibagi dalam kelompok-kelompok
sebagai berikut:
1. Pergeseran pemukiman akibat pertimbangan ekonomi
- Pemukiman para petani untuk perumahan, perkantoran dan industri.
-
Pergeseran lahan non pertanian untuk kegiata non pertanian lain dengan
nilai ekonomi yang lebih tinggi (pemukiman menjadi perkantoran,
perdagangan, dsb).
2. Pergeseran pemukiman karena penertiban pemanfaatn ruang dan tanah.
-
Terjadi pada pemukiman liar dan kumuh di kota-kota besar seperti di
bantaran sungai, sepanjang jalan kereta api, lereng-lereng terjal yang
mudah longsor. Penertiban ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi ruang
untuk kepentingan umum (keindahan, kelancaran/keamanan, dan kegiatan
tertentu)
3. Pergeseran pemukiman karena kepentingan umum
- Pembangunan jalan-jalan utama
- Pembangunan saluran banjir
4. Pergeseran pemukiman tanpa pembongkaran pemukiman tanpa pembongkaran pemukiman sebelumnya, tetapi karena ekanisme pasar.
-
Pengembang membangun perumahan di pinggir / luar kota dengan menilai
potensi pasar, terjadi perpindahan orang yang semula tinggal dalam kota
ke rumahnya di pinggiran/luar kota.
Dari apa yang telah diungkapkan
diatas, maka pada dasarnya kota-kota di indonesia dihadapkan pada
masalah yang cukup pelik (Johan Silas, 1996):
1.
Dunia yang akan datang ditentukan oleh kota, karena pada tahun 2020
nanti 2/3 penduduk akan berada di kota. Kota akan menjadi pelaku kunci
dalam perbaikan keadaan sosial dan kesejahteraan rakyat sejalan dengan
perkembangan berbagai fasilitas sosial yang terbaik serta makin banyak
di sediakan di kota.
2. Sifat kota yang semakin global, akibat peran teknologi komunikasi (misalnya dengan adanya internet).
3.
Kota-kota mengalami perubahan yang begitu cepat (terutama di Asia
Timur). Kita tidak bisa belajar lagi dari kota-kota di negara maju,
karena mereka tidak lagi membangun hanya membina.
4.
Adanya pergeseran fungsi yang dihadapi kota masa kini dengan segala
permasalahannya. Semula kota adalah permukiman dan sebagai tempat
akumulasi berbagai hasil pertanian untuk dijual lebih lanjut. Kini kota
lebih banyak melakukan fungsi ekonomi tersier atau jasa.
Pertumbuhan yang pesat di kota- kota biasanya diatasi denga dua cara, yaitu:
1. Program pemekaran kota pada lahan bari
2. Program peremajaan kawasan kota pada lahan terbangun di kota.
Peremajaan kawasan kota pada lahan terbangun di kota
Peremajaan kawasan kota pada awalnya merupakan tanggapan terhadap tekanan perubahan sosial dan ekonomi (Chapin, 1965 dalam Djarot Purbadi, 1996) yang berakibat pada pengembangan fisik kota.
Dalam
kenyataannya peremajaan kota secara empiris telah terbukti banya
diwarnai dan dikendalikan oleh kepentingan elit politik dan ekonomi
(Paul Knox, 1982 dalam Djarot Purbadi, 1996) sehingga seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan, sosial bagi masyarakat penghuninya.
Pengalaman
peremajaan kota di USA telah banyak menimbulkan kritik, karena
perubahan-perubahan dari penggusurnya menciptakan masalah anara lain
banyaknya sarana dan prasarana perumahan, bangunan bersejarah,
fungsi-fungsi ekonomi masyarakat yang terkena gusur.
Pembangunan
kota yang hanya memusatkan perhatian ke arah pengembangan fisik (sebab
disitulah letak kepentingan para pemegang modal), telah merobek-robek
jaringan sosial budaya golongan miskin.
Bagi
Goodman masalah struktural ini hanya dapat ditanggulangi dengan apa
yang dinamakan dengan "PROFESIONALISME BARU" yakni dengan melepaskan
diri secara total dari ikatan-ikatan profesional yang konfensional
dengan terjun langsung ke lingkungan yang tidak terjamah, yaitu golongan
miskin itu sendiri (Yuswadi Saliya, 1996).
Peremajaan
kota adalah salah satu cara mengakomodasi pertumbuhan kota yaitu upaya
regenerasi terencana pada kawasan terbangun yang bermasalah lewat
program bersiklus;
1. Redevelopment
2. Rehabilitation
3. Conservation
Berdasarkan Inpres No. 5 Tahun 1990 telah meletakkan jiwa dan dasar peremajaan kota (Johan Silas, 1996):
1.
Swasta boleh meremajakan tanah negara yang berpenduduk untuk
kepentingan niaga. Penghuni yang ada harus ditampung kembali di tempat
yang sama dalam tatanan baru sebagai syarat yang tidak terpisahkan.
2. Pembiayaan penampungan kembali warga semula dilakukan oleh investor dengan mengambil selisih harga lama den harga baru.
3.
Inpres tersebut juga "mengakui" atas hak warga semula untuk tetap
berada di tempat yang sama tanpa harus mempersoalkan apakah ada atau
tidak hak formal atas lahan yang ditempatinya (tetapi Inpres tersebut
hanya berlaku untuk 2 proyek saja yaitu; di Pulo Gadung, jakarta dan di
Pekunden, Semarang.
Peremajaan
kota adalah proyek yang sangat mahal, oleh karena itu dalam proses
pelaksanaannyadi Indonesia harus lebih berhati-hati dan mau belajar dari
pengalaman negara-negara lain yang telah terlebih dahulu menerapkannya.
Penerapan
konsep peremajaan kota sebaiknya disertai dengan penyusunan perangkat
lunaknya dengan memperhatikan "kepentingan masyarakat (terutama yang
terkena proyek" yang tergolong pendapatan rendah (Budiharjo, 1996)
Bentuk Bentuk Peremajaan Kota Di Indonesia:
- Perbaikan lingkungan permukiman.
Disini kekuatan pemerintah/public investment sangat dominan, atau sebagai faktor tunggal pembangunan kota.
- Pembangunan rumah susun sebagai pemecahan lingkungan kumuh
-
Peremajaan yang bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti
munculnya super blok (merupakan fenomena yang menimbulkan banyak kritik
dalam aspek sosial yaitu penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan
dan aktifitas trafik yang sering menciptakan problem diluar super blok).
Faktor tunggalnya adalah pihak swasta besar.
Masalah dalam realisasi peremajaan kota di Indonesia:
-
Dalam pelaksanaan Kampung Improvement Program (KIP) pemerintah
merupakan faktor tunggal pembangunan kota. Sedangkan dalam pembangunan
super blok fator tunggalnya adalah pihak swasta besar (Sugiyono, 1996).
Aktor lain seperti masyarakat bawah atau penghuni tidak dilibatkan atau
belum dilakukan sinergi antara ketiga aktor pembangunan (pemerintah,
pengusaha/swasta dan masyarakat pegguna atau pemilik/pemakai lahan).
-
Ditinjau dari aspek kelmbagaannya, maka permasalahan dalam pembangunan
perkotaan khususnya pelaksanaan peremajaan perkotaan di Indonesia dapat
diidentifiasi antara lain (Bambang Panuju, 1996):
1.
Kurang jelasnya pembangian lingkup dan tanggung jawab pemerintah pusat,
pemerintah daerah propinsi, dan pemda kota/kabupaten dalam pembangunan
perkotaan terutama yang menyangkut masalah perijinan.
2.
Kekurang mampuan kelembagaan dan aparat pemda kota/kabupaten dalam
merumuskan konsep-konsep pengelolaan dan pembangunan perkotaan termasuk
peremajaan kota
3. Keterbatasan sumber-sumber dan kemampuan pendanaan pembangunan pada pemerintah daerah (PAD)
-
Contoh yang cukup menarik dalam menghadapi permasalahan kota adalah
Master Plan Surabaya 2000 (Johan Silas, 1996). MPS 2000 Surabaya
berusaha mempertahankan semua kampung yang ada di tempatnya semula
seperti yang sudah ada sejak dahulu dilakukan oleh Adipati Surabaya
dalam membangun Surabaya, dalam membangun Surabaya memakai pola kosmik
mandala (tertua). Saat Belanda berkuasa pembangunan baru di Surabaya
tetap menghindari kampung yang ada. Yang dilakukan MPS 2000 tidak lain
adalah melanjutkan pola historis yang ada. Itu pula sebabnya mengapa
hingga kini di bagian kota yang penting dan mahal sekalipun tetap ada
kampung, dan Kampung Improvement Program (KIP) menjadi alat dan bagian
utuh dari pembangunan kota. Tidak heran bila Surabaya dikenal sebagai
kotanya Kampung Improvement Program (KIP) di Indonesia dan mendapat
beragam penghargaan termasuk The Habitat Award (1991).