Kerjasama Antar Daerah (KAD) selama ini tidak
lepas dari kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaannya.
Kendala-kendala itu diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Belum ada database yang cukup baik mengenai KAD di seluruh Indonesia
b) Pemerintah
Daerah masih belum cukup mempertimbangkan KAD sebagai salah satu
inovasi dalam penyelenggaraan pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah
adanya persaingan dan ego daerah dimana semangat otonomi masih
dipandang sempit dan kedaerahan. Setiap daerah memacu perkembangan
daerahnya sendiri tanpa menimbang kemampuan dan kebutuhan wilayah lain.
Kondisi ini menghambat prakarsa daerah untuk bekerjasama dengan daerah
lain. Terlebih lagi, tidak jarang pelayanan publik yang diusahakan
melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) lebih banyak merugi dan disubsidi
APBD sehingga kurang menarik dikerjasamakan. Pemerintah Daerah kemudian
lebih memilih bekerjasama dengan pihak swasta karena menganggap
kerjasama dengan daerah lain justru lebih rumit dan rawan terjadi
konflik. Selain itu, belum ada mekanisme insentif untuk daerah-daerah
yang bekerja sama dalam peningkatan efektivitas/efisiensi
penyelenggaraan pelayanan publik
c) Untuk
daerah-daerah pemekaran, ada kecenderungan lebih enggan untuk bekerja
sama dengan daerah lain, termasuk daerah induk, karena euphoria baru
menjadi sebuah daerah otonom.
d) Di
pemerintah pusat sendiri, KAD belum menjadi satu inovasi prioritas
untuk di-diseminasikan ke daerah. Selama ini KAD biasanya terbentuk atas
inisiatif daerah sendiri. Masih sangat kurang fasilitasi atau inisiasi
dari Pemerintah maupun Pemerintah Provinsi. Peran Pemerintah sampai saat
ini baru dalam bentuk penyusunan PP No. 50 Tahun 2007 mengenai tata
cara KAD.
Meskipun demikian, terdapat beberapa hal
yang bisa menjadi potensi dalam pengembangan Kerjasama Antar Daerah
(KAD) kedepan, yaitu diantaranya:
a) Kerjasama
Antar Pemerintah Daerah biasanya mendapat bobot prioritas paling rendah
dari program-program lain dalam Bidang Revitalisasi Proses
Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Meski begitu, baik Pemerintah Daerah
maupun instansi di tingkat pusat memperkirakan peningkatan KAD ini, pada
masa yang akan datang, dapat menjadi salah satu kunci dalam
mengakselerasi pembangunan daerah. Akan tetapi isu KAD biasanya selalu
“kalah” dengan isu lain yang sifatnya lebih pragmatik.
b) KAD dapat menjadi alternatif dari pemekaran daerah untuk peningkatan pelayanan publik maupun pengembangan ekonomi wilayah.
c) Sebagian
besar daerah cenderung tidak terlalu memperhatikan KAD biasanya karena
daerah tidak tahu atau tidak menyadari potensi yang bisa dikerjasamakan.
Pemerintah Provinsi bisa berperan dalam hal mengkaji potensi-potensi
kerjasama tersebut. Database “potensi kerjasama” dapat menjadi instrumen
yang penting dalam mendorong kerjasama daerah.
d) Penguatan
peran Pemerintah dan Pemerintah Provinsi dapat dilakukan dalam hal
inisiasi, penyusunan sistem/mekanisme insentif, dan diseminasi best
practices untuk mendorong peningkatan KAD.
e) Selama
ini sudah banyak model pengembangan ekonomi wilayah yang berbasis pada
KAD. Misalnya KAPET, Kawasan Andalan, Kawasan Sentra Produksi, dan
sebagainya. Model-model ini dapat “dihidupkan” kembali atau bahkan
dimodifikasi untuk sektor-sektor lain.
Sumber:
Dr. Ir. Antonius Tarigan, M.Si, Buletin Tata Ruang, Maret-April 2009 (Edisi: Meningkatkan Daya Saing Wilayah)
---------------
Kerangka Konseptual Kerjasama Antar Daerah (KAD)Kerangka Regulasi Kerjasama Antar Daerah (PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah)
Potensi dan Kendala dalam Kerjasama Antar Daerah (KAD)
Model Kerjasama Antar Daerah (KAD)
Kerjasama Antar Daerah (KAD) dan Peningkatan Daya Saing Wilayah
---------------