Teori Hoover tentang Lokasi Kegatan Ekonomis Kawasan Industri

Banyak para ahli yang tidak semuanya dapat menerima pendapat Weber, dengan segala argumentasi mencoba mengkritik bahkan mengemukakan pendapat untuk menyempurnakan pendapat Weber tentang lokasi industri. Seperti halnya Teori Hoover (1948), muncul sebagai kritik terhdap teori yang dikemukakan oleh Weber tentang lokasi industri, khususnya yang menyangkut biaya transport yang terendah di dalam segitiga lokasional. Hoover mengemukakakn lokasi pabrik atau perusahaan dapat saja di titik pasar ataupun pada titik sumber bahan mentah, jadi tidak hanya lokasi antaranya seperti pendapat Weber. Yang mendasari pendapat Hoover juga biaya transpor, dengan memperhitungkan assembly cost ditambah distribution cost .


Pada kasus industri yang berkiblat bahan mentah akan menempatkan lokasi industri tersebut pada lokasi bahan mentah, begitu juag sebaliknya, industri yang berkiblat pasar akan menempatkan industri pada lokasi pasar.

Pada kasus dimana pabrik ditemukan pada lokasi antara  pasar dan sumber bahan mentah, dapat diketahui industri tersebut memperhatikan non biaya transport. Aspek lain yang penting dalam Teori Hoover adalah transhipment point sebagai biaya tranpsort paling rendah. Sehubungan dengan itu perlu diketahui seluk beluk biaya break of bulk point, tempat dimana  cargo dipindahkan dari sarana transport jenis yang satu ke jenis yang lain, misalnya tempat pelabuhan atau stasiun kereta api.



Sumber:
Tesis Aris Martopo, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kawasan Industri Palur Dan Gondangrejo Di Kabupaten Karanganyar (Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD-UGM Tahun 2003)
Categories: