Berdasarkan pengembangan dari pendapat Robinson
dalam Daldjoeni (1997:58) ada sejumlah faktor yang ikut menentukan
keberadaan lokasi industri, yaitu:
a) Faktor geografis; termasuk lokasi bahan baku, suplai air, dll.
b) Faktor sosial-budaya; termasuk suplai tenaga kerja, daerah pemasaran, aktivitas ekonomi, dan keadaan politik.
c) Faktor teknologi; termasuk rekayasa/pengolahan produk, teknologi sumber daya energi,dan kemudahan fasilitas transportasi.
Menurut Hasvia (2000) dasar-dasar pemikiran yang
dikemukakan oleh Weber lokasi yang optimal bagi kegiatan industri adalah
tempat dimana biaya yang minimal (least cost location) tersebut digunakan dalam kondisi sebagai berikut :
a) Adanya
keseragaman keadaan topografi, keadan iklim dan demografi yang
berkaitan dengan keterampilan dan permintaan akan produksi.
b) Adanya ketersediaan bahan mentah yang tersedia dimana-mana, kecuali bahan tambang yang hanya terbatas pada lokasi tertentu.
c) Adanya upah buruh yang seragam di tiap-tiap wilayah tetapi ada juga perbedaan upah karena persaingan antar penduduk.
d) Biaya
transportasi yang berasal dari bobot bahan baku yang diangkut atau
dipindahkan serta jarak sumber bahan baku dengan lokasi pabrik.
e) Adanya kompetisi antar industri.
f) Serta adanya manusia yang berfikir rasional.
Namun pada perkembangan selanjutnya teori
yang dikemukakan Weber ini mendapat kritikan karena melebih-lebihkan
arti penting transportasi saja, kemudian Weber memodifikasikan teorinya
dengan penambahan memperhatikan faktor ketersediaan tenaga kerja yang
murah (least labour cost) untuk pabrik/industri yang yang mempunyai kebutuhan buruh yang banyak melokasikan pabriknya di daerah yang mempunyai supply tenaga kerja dengan upah yang relatif murah (dalam Daldjoeni, 1997:75).
Selanjutnya Renner (1957, dalam
Hasvia,2000:13-14) menekankan aturan lokasi industri manufaktur akan
lebih menguntungkan apabila dekat dengan sumber bahan baku apabila
dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar. Adapun syarat yang diperlukan
untuk tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri antara lain :
a) Ketersediaan bahan baku.
b) Ketersediaan sumber tenaga kerja yang memiliki keterampilan.
c) Adanya modal usaha yang cukup operasionalisasi.
d) Adanya jaringan pemasaran dan moda transportasi yang cukup.
e) Mempunyai manajemen organisasi perusahaan yang efisien dan efektif.
William Alonso (dalam Yunus, 2000:77) membahas tentang teori bid-rent analysis (sewa
tanah), dimana penyebaran keruangan kegiatan industri berlokasi
diantara perumahan dan retail. Semakin dekat dengan pusat kota (pusat
perdagangan) maka harga (sewa ) tanah semakin tinggi, begitu juga
sebaliknya. Dengan kata lain, sewa yang ditawarkan orang untuk membayar
tanah per meter perseginya, menurun mengikuti jaraknya dari pusat kota
(komersial/perdagangan). Hal ini disebabkan oleh sewa tanah atau harga
tanah yang murah dengan konpensasi aksebilitas yang tinggi walaupun jauh
dari perkotaan agar perusahaan dapat menerima dengan mudah pasokan
bahan baku dan memasarkan produknya. Seperti digambarkan dalam kurva
berikut ini :
Gambar 1 Kurva Bid Rent:
Kurva Bid Rent William Alonso |
Menurut Losch (dalam Daldjoeni,1997:78) teori lokasi industri yang optimal berdasarkan permintaan (demand)
sebagai salah satu alasan melokasikan industri disuatu daerah agar
perusahaan tersebut dapat menguasai wilayah pemasarannya sehingga dapat
menghasilkan paling banyak pendapatan (maximum revenue).
Sumber:
Tesis Budi Satria Nasution, Konteks Sosio-Spasial Industri Kekotaan Yang Berlokasi
Di Perdesaan Di Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman (Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD-UGM Tahun 2003)