Tipologi Masyarakat Pesisir


Tipologi Masyarakat Pesisir

Tipologi masyarakat pesisir menurut Muluk (1995) dapat diklasifikasikan berdasarkan mata pencaharian utamanya atau berdasarkan sifat mereka bermukim. Dengan kombinasi kedua kriteria itu, masyarakat pesisir dapat dibagi ke dalam        
a). masyarakat nelayan,
b). masyarakat petani dan nelayan
c). masyarakat petani,           
d). masyarakat pengumpul atau penjarah (collector, forager), 
e). masyarakat perkotaan dan perindustrian, dan
f). masyarakat tidak menetap/sementara atau pengembara (migratory).
Aktivitas Masyarakat Pesisir di Pasar Tradisional - Tipologi Masyarakat Pesisir
Menurut Rapport (1990), keinginan manusia untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan menguasai lingkungan bagi kepentingan hidupnya adalah merupakan faktor utama yang menimbulkan perilakunya terhadap lingkungan. Dalam konteks yang lebih spesifik keinginan tersebut mendorong untuk memilih mata pencaharian yang sesuai dengan lingkungan dan berbuat sesuatu dengan berbagai cara yang dapat ia lakukan.
Kemiskinan masih menjadi ciri khas masyarakat petani di kawasan pesisir, hal ini disebabkan kondisi sosial ekonomi mereka yang selalu lemah dalam posisi tawar. Kurangnya pengetahuan dan rendahnya tingkat pendidikan formal merupakan penyebab utama lemahnya kemampuan manajeman pertanian rakyat.
Komunitas dominan kehidupan  masyarakat pesisir selain sebagai petani juga terdapat komunitas masyarakat nelayan. Menurut Yudohusodo (1991), pola kehidupan para nelayan tergantung pada usaha laut yang mengandung ikan. Sehari-hari sebagian besar waktunya digunakan untuk melaut mencari ikan sehingga waktu berkumpul untuk keluarga dan untuk kegiatan lainnya di rumah sangat terbatas.
Sifat sumberdaya perikanan yang berbeda dengan sumberdaya pertanian lainnya, menyebabkan masyarakat nelayan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan petani umumnya.  Menurut Firth, dalam Mawarni (1993), paling sedikit ada lima hal yang membedakan nelayan dengan petani, yang dapat diterangkan sebagai berikut :
1.                   Pendapatan nelayan bersifat harian (daily increments) dan tidak bisa ditentukan jumlahnya. Selain itu pendapatan juga sangat tergantung oleh musim maupun oleh status nelayan itu sendiri (pemilik atau anak buah kapal).
2.                   Dilihat dari tingkat pendidikannya tingkat pendidikan nelayan maupun anak-anaknya rata-rata rendah. Dengan kondisi demikian maka sulitlah bagi anak-anak nelayan untuk mencari alternatif pekerjaan lain, dan cenderung meneruskan pekerjaan orang tuanya sebagai nelayan.
3.                   Produk nelayan tidak berhubungan dengan makanan pokok, sehingga nelayan lebih banyak berhubungan dengan ekonomi tukar menukar. Demikian pula karena produk perikanan ini mudah rusak dan harus segera dipasarkan, maka ketergantungan nelayan pada pedagang sangatlah besar.
4.                   Bidang perikanan membutuhkan investasi yang cukup besar dan cenderung mengandung resiko yang lebih besar pula dibanding sektor pertanian lainnya. Oleh karena itu nelayan cenderung menggunakan alat-alat yang sederhana maupun hanya menjadi anak buah kapal  (ABK). Kapal-kapal tersebut biasanya dimiliki oleh orang “luar” maupun pedagang. Dengan demikian nelayan juga terlibat dalam suatu pembagian penghasilan yang kompleks yang seringkali tidak menguntungkan.
5.                   Terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung bisa ikut terlibat dalam kegiatan produksi, dan ketergantungan nelayan besar pada satu mata pencaharian yakni menangkap ikan.
Sumber:
Tesis Fadillah, Pengaruh Perubahan Kegiatan Pemanfaatan Lahan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasus : Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir (Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD-UGM Tahun 2003)
Categories: